REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengungkapkan, pejabat di Ibu Kota menggunakan anggaran sesuai perencanaan di antaranya melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang). "Sejauh ini pejabat DKI Jakarta yang saya tahu baik, menggunakan anggaran melalui proses perencanaan melalui Musrembang," kata Riza di Balai Kota DKI, Jakarta Pusat, Jumat (18/3/2022).
Menurut dia, alokasi anggaran di Ibu Kota dilakukan tahap demi tahap sesuai perundang-undangan. Meski begitu, Riza tetap mengingat para pejabat di DKI untuk berhati-hati mengingat anggaran di Jakarta tergolong besar. "Pejabat harus hati-hati. Mohon maaf ya daerah yang anggarannya sedikit saja, ada yang tergoda, apalagi dengan anggaran besar," katanya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan potensi kebocoran anggaran di Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI terbilang tinggi dengan jumlah APBD yang besar. "Potensi terjadinya kebocoran tentu saja dengan jumlah APBD yang besar itu juga tinggi," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kala menghadiri acara bimbingan teknis integritas ASN Pemprov DKI Jakarta di Balai Kota DKI, Kamis (17/3/2022).
Menurut dia, APBD DKI apabila dihitung sama dengan seluruh provinsi di Sumatra atau gabungan APBD Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Berdasarkan pemetaan KPK, kata Marwata, celah terjadinya korupsi paling banyak di sektor pengadaan barang dan jasa. Kemudian perizinan hingga aksi jual-beli jabatan.
Di Jakarta, lanjut dia, anggaran pengadaan barang dan jasa terbilang tinggi dari total APBD DKI sekitar Rp 80 triliun. Karena itu, Mawarta meminta, Pemprov DKI melakukan pengawasan ketat terutama terkait pengadaan barang dan jasa. Sedangkan, lelang jabatan di DKI sudah diadakan secara terbuka namun di banyak daerah aksi jual-beli jabatan masih kerap ditemukan.
Terkait informasi yang menyebutkan sebelumnya ada mantan pejabat DKI yang mencairkan dana sebesar Rp 35 miliar, dia mengatakan, baru dengar informasi itu. "Informasi itu baru dengar kemarin. Kemarin disebutkan ada mantan pejabat yang baru pensiun, mencairkan cek kemudian meninggal sehingga prosesnya dihentikan," kata Mawarta.