Kamis 17 May 2018 23:23 WIB

Putusan PTUN Diklaim Kuatkan Posisi Hanura Kubu OSO

Sidang putusan sengketa kepengurusan Hanura dibacakan pada Kamis (17/5).

Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang memberikan sambutan saat syukuran lolosnya Partai Hanura verifikasi pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 di kawasan Kuningan, Jakarta, Kamis (22/2).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang memberikan sambutan saat syukuran lolosnya Partai Hanura verifikasi pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 di kawasan Kuningan, Jakarta, Kamis (22/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Partai Hanura Sutrisno Iwantono menegaskan putusan PTUN Jakarta yang menolak permohonan Daryatmo dan Syarifuddin Suding, makin menguatkan posisi Partai Hanura sebagai peserta Pemilu 2019. Sidang putusan digelar pada Kamis (17/5).

"Diterbitkannya putusan PTUN Jakarta hari (Kamis) ini, maka menegaskan hanya ada satu kepengurusan Partai Hanura yang diakui pemerintah, yakni Partai Hanura dengan Ketua Umum Oesman Sapta dan Sekretaris Jenderal Herry Lontung Siregar," katanya kepada pers di Jakarta, Kamis.

Menurut Iwantono yang akrab disapa Iwan, PTUN Jakarta pada sidang putusan di Jakarta, Kamis, memutuskan menolak permohonan dari Daryatmo dan Syaruddin Suding. Iwan menjelaskan, majelis hakim PTUN memutuskan menolak gugatan dengan permohonan perkara Nomor 12/PTUN-JKT/2018, lantaran permohonan tersebut dinilai bertentangan dengan aturan perundangan.

"Apa yang digugat oleh Daryatmo dan Suding dalam keputusan fiktif positif ke PTUN Jakarta, sesungguhnya sedang digugat dalam perkara gugatan Nomor 24/G/PTUN/2018/JKT yang proses persidangannya sedang berlangsung," ujarnya.

Menurut dia, substansi permohonan keputusan fiktif positif adalah meminta pengesahan struktur kepengurusan DPP Partai Hanura hasil Munaslub di Jakarta pada 18 Januari 2018 dan mempersoalkan keabsahan struktur kepengurusan DPP Partai Hanura hasil restrukturisasi, reposisi, dan revitalisasi yang diterbitkan oleh Menteri Hukum dan HAM pada 17 Januari 2018.

"Mejelis hakim di PTUN Jakarta, mendasarkan putusan penolakan permohonan dari Daryatmo dan Suding itu pada Peraturan MA Nomor 8 Tahun 2018 tentang Syarat Formal Pengajuan Permohonan Keputusan Fiktif Positif," katanya.

Iwan yang menirukan pernyataan Majelis Hakim PTUN Jakarta, menjelaskan, permohonan pengesahan tidak boleh memohon untuk membatalkan keputusan pejabat yang telah ada dan sedang digugat dalam perkara PTUN atau menjadi objek sengketa. Dengan pertimbangan tersebut, kata dia, Majelis Hakim berpendapat bahwa permohonan pemohon yakni Daryatmo dan Sudding, bukanlah permohonan fiktif positif, karena masih ada sengketa kepengurusan yang sedang dalam proses perkara di PTUN Jakarta.

"Putusan Majelis Hakim PTUN Jakata ini, menegaskan bahwa Daryatmo dan Suding tidak lagi memiliki legal standing untuk mengatasnamakan DPP Partai Hanura serta hasil Munaslub yang mereka selenggarakan tidak diakui Pemerintah," katanya.

Iwan menambah, dengan putusan PTUN Jakarta ini, maka hanya ada satu kepengurusan DPP Partai Hanura dan Partai Hanura saat ini sedang mempersiapkan daftar calon anggota legislatif (caleg) untuk didaftarkan di KPU. Iwan juga mengingatkan para kader Hanura di daerah untuk mengikuti perkembangan terbaru Partai Hanura dan tidak bingung dalam mempersiapkan diri menjadi caleg di semua tingkatan.

Republika belum mendapatkan konfirmasi dari pihak Hanura kubu Sudding terkait klaim putusan PTUN ini.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement