REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menilai pemerintah kerap bersikap tak tegas, menyusul cuti libur Lebaran 2018. Sebelumnya cuti Lebaran sempat ditambah, tetapi kemudian dievaluasi kembali.
"Pemerintah hobi bersikap mencla-mencle. Karena kan kalau menetapkan kebijakan sebelumnya harus ada kajiannya, kalau tidak segera diputuskan maka isu ini akan terus bergulir dan bermasalah," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (3/5).
Kalau libur atau cuti benar-benar dikurangi, kata dia, yang menjadi korban adalah masyarakat yang telanjur membeli tiket transportasi untuk mudik. Ia meminta negara harus bertanggung jawab terkait masyarakat yang sudah membeli tiket padahal cuti dikurangi.
Disinggung mengenai bentuk pertanggungjawaban yang harus diberikan pemerintah, Agus enggan berkomentar banyak. "Itu urusan pemerintah. Pemerintah pikir sendiri bentuk pertanggungjawabannya karena rakyat kan harus diganti uangnya atau bisa ditukar tiketnya," katanya.
Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri menyatakan cuti bersama tercatat pada 11-20 Juni 2018 dengan asumsi Lebaran jatuh pada 15-16 Juni 2018.
Awalnya, cuti bersama perayaan Lebaran ditetapkan pada 13, 14, 18, dan 19 Juni 2018.
Namun, pemerintah kemudian menambahnya pada tanggal 11, 12, dan 20 Juni 2018.
Alasannya pemerintah ingin memecah konsentrasi arus mudik dan arus balik Lebaran sehingga kemacetan di jalan tol bisa diredam. Namun, sepertinya rencana itu kandas setelah menerima masukan dari berbagai kalangan, termasuk pengusaha.