Rabu 07 Feb 2018 15:27 WIB

KLHK: Penyebab Longsor di Puncak ada Sejak Zaman Deandels

Kejadian longsor di Puncak merupakan tipe translasi.

Petugas gabungan melakukan evakuasi longsor di Jalur Utama Puncak, Bogor, Jawa Barat, Senin (5/2).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petugas gabungan melakukan evakuasi longsor di Jalur Utama Puncak, Bogor, Jawa Barat, Senin (5/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut kejadian longsor di kawasan Puncak, Jawa Barat, banyak penyebab. Penyebab longsor tersebut menurut KLHK sudah ada sejak zaman Deandels.

Dirjen Pengendalian DAS dan Hutan Lindung KLHK Hilman Nugroho mengatakan penyebab longsor yang terjadi di kawasan Puncak, Jawa Barat, di 3 hingga 5 lokasi berbeda seperti At Ta'awun, Gunung Mas, Grand Hill, Riung Gunung dan Widuri pada 5 Februari 2018 disebabkan banyak hal. Tipe-tipe kejadian longsor antara lain translasi, rotasi, pergerakan blok, runtuhan bagian, aliran bahan rombakan dan rayapan tanah.

Menurut dia, kejadian longsor di Puncak merupakan tipe translasi dan terjadi di kawasan APL dengan jenis lahan dengan potensial kritis. "Biasanya setiap tahun terjadi longsor di Puncak, jadi tidak istimewa, tapi kejadian kemarin memang agak lebih besar," ujar Hilman di Jakarta, Rabu (7/2).

Penyebab longsor di kawasan tersebut, ia mengatakan karena curah hujan tinggi mencapai 148 hingga 152 milimeter (mm) per hari dengan durasi hujannya 2-3 hari, sedangkan kelerengannya mencapai 15 hingga 25 persen. Kelebihan beban bangunan di atas tebing ditemukan di lokasi Atta' Awun, Grand Hill dan Widuri, sedangkan dua lokasi lainnya tidak ada.

Jenis tanah di kawasan terjadi longsor, menurut dia, Andosol dan regosol dengan ketinggian mencapai 1.110 hingga 1.300 mdpl. Faktor manusia penyebab terjadinya longsor di Puncak, ia mengatakan ada, yakni perencanaan tata ruang belum optimal, keterlanjuran aktivitas manusia di kawasan lindung di atasnya, kurangnya kesadaran masyarakat, pemotongan tebing untuk jalan sejak zaman Deandels. Kegagalan struktur dinding tanah juga ditemukan di lima lokasi yang menyebabkan terjadinya longsor.

Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengelolaan DAS KLHK Yuliarto mengatakan KLHK akan melakukan simulasi terkait tata ruang untuk mengatasi banjir, jika tidak berhasil akan membangun dam di kawasan hulu. Sejak 2017, melalui kegiatan nasional penyelamatan air inventirasi situ dilakukan Kementerian PUPR dan Kementerian ATR/BPN dan akan disertifikasi, ini mencegah semakin banyak situ hilang. Hingga saat ini sudah ada 3915 sumur resapan dibangun, dilakukan oleh Kementerian.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement