REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Pembina Partai Golkar Fadel Muhammad mengungkap rencana pertemuannya dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Pertemuan dengan Politisi senior Partai Golkar tersebut, Fadel mengatakan, dilakukan untuk membahas persoalan hukum yang menjerat Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto. "Saya mau ketemu Pak Jusuf Kalla dulu. Agenda ini (membahas persoalan Novanto)," ujar Fadel di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu (15/11).
Menurut Fadel, Partai Golkar menyerahkan penetapan tersangka Novanto tersebut ke proses hukum. Sehingga tindak lanjut dari Partai Golkar juga menunggu proses hukum tersebut. "Kita serahkan proses hukumnya, dari sana baru kita lihat langkah apa yang diambil. Karena kita enggak bisa intervensi," ujar Fadel.
Anggota Komisi VII DPR tersebut menyebutkan, meski penetapan tersangka kepada Novanto memang membuat elektabilitas partai berlambang beringin tersebut menurun. Bahkan sejumlah media menyebut kini Partai Golkar tersandera karena penetapan tersebut.
Namun Fadel mengatakan, jangan sampai membuat Partai Golkar terburu-buru dalam mengambil keputusan. "Sekarang bahasa di media sudah mengatakan Golkar itu tersandera, tapi kita tidak boleh mengambil langkah terburu-buru. Kita tdak boleh membuat kegoncanganya lebih parah. Karena Golkar ini kan di akar rumputnya kuat. Jadi kita biarkan proses hukum," ujar Fadel.
Ia mengingatkan, hal serupa terjadi saat Akbar Tanjung menjadi Ketua Umum dan terjerat kasus Buloggate dan divonis bersalah. "Jangan lupa, dulu waktu Pak Akbar Tandjung di Bulogate, itu saya bendahara umumnya, Pak Novanto wakil saya. Kita proses semua dengan baik. Sampai keluar baru kita ambil solusinya. Maka ini jangan goyang," ujarnya.
Pada Jumat (10/11) KPK kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka. Penetapan tersangka terhadap Ketum Golkar tersebut pun sudah melalui beberapa tahapan setelah KPK mempelajari putusan praperadilan dari Hakim Tunggal Ceppy Iskandar.
Dalam tahap penyelidikan, KPK sudah mengirimkan permintaan keterangan saksi terhadap Novanto sebanyak dua kali yakni pada (13/10) dan (18/10), namun yang bersangkutan tidak hadir lantaran sedang dalam tugas kedinasan.
Mangkirnya Novanto, tak membuat penyidik putus asa dan terus melakukan proses pemeriksaan terhadap beberapa saksi dengan unsur anggota DPR, swasta dan para pejabat Kemendagri. Setelah proses penyelidikan dan ada bukti permulaan yang cukup, kemudian pimpinan KPK, penyelidik, melakukan gelar perkara pada (28/10) dan mengeluarkan SPDP penyidikan baru kasus KTP-el pada (31/10).
Dalam SPDP tersebut pun terdapat Sprindik dengan nomor 113/01//10/2017. Sebagai pemenuhan hak tersangka, KPK juga telah mengantar surat pada (3/11) perihal SPDP dan diantar ke rumah SN di Jalan Wijaya Kebayoran Baru.