REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi mengatakan, KY paham bahwa setiap orang, termasuk hakim, memiliki hak untuk menyatakan pendapat pribadi lewat media sosial. Namun karena kemuliaan profesi seorang hakim, KY mengimbau para hakim agar bijak menggunakan media sosial.
"KY mencermati fenomena hakim yang memberikan kritik di media sosial karena ketidaktahuan mereka bahwa hal yang dilakukan itu tidak bijak. Menyampaikan kritik dan keluhan melalui media sosial punya risiko tinggi bagi lembaga, profesi, bahkan diri hakim itu sendiri," ujar Farid, Sabtu (28/10).
Sehingga, sambung Farid, KY sepakat bahwa perlu dilakukan pembinaan, bukan memberikan sanksi. Pembinaan dimaksudkan agar hakim tersebut paham dan sadar bahwa sebagai hakim terikat kode etik yang mewajibkan untuk bersikap arif dan bijaksana. Pembinaan juga dalam upaya untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat hakim.
"Pernyatan yang diucapkan seorang hakim sebaiknya tidak berpotensi merugikan diri sendiri, institusi dan profesi. Bijaklah dalam menggunakan media sosial dengan mengacu pada prinsip "berpikirlah sebelum memposting sesuatu di media sosial," tegasnya.
Salah satu upaya sinergi bersama antara KY dan MA dalam memberikan pembinaan dalam rangka meningkatkan pemahaman kepada hakim agar bijak menggunakan media sosial dengan memberikan pelatihan Penerapan KEPPH dalam media sosial. Kegiatan ini telah dilakukan tiga kali. "Terakhir, KY dan MA telah melaksanakannya di PTA Banjarmasin, Kamis dan Jumat kemarin. Harapannya, agar hakim lebih berhati-hati dalam memposting pernyataan atau pendapat di media sosial. Hakim terikat kode etik untuk menjaga kemuliaan profesinya," tuntasnya.