REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Hifdzil Alim menuturkan tiga tahun kepemimpinan Jokowi Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) belum menunjukkan capaian yang memuaskan terkait pemberantasan korupsi. Sebab, ada gangguan terhadap upaya pemberantasan rasuah tersebut.
"Saya menilai Jokowi-JK kurang berhasil mengawal dan memberikan jaminan bagi pemberantasan korupsi," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (20/10).
Contohnya, lanjut Hifdzil, dengan adanya upaya pelemahan terhadap KPK lewat beberapa hal. Misalnya, peristiwa penyiraman air keras ke penyidik Novel Baswedan yang sampai kini kasusnya belum dituntaskan kepolisian. "Yang terbaru soal Pansus Angket KPK itu," ujar dia.
Hifdzil memaparkan, hak angket DPR semestinya digunakan untuk memeriksa kebijakan yang ditengarai merugikan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan. Jika hak angket tersebut tetap diajukan agar KPK membuka rekaman pemeriksaan terhadap mantan anggota komisi II DPR Miryam Haryani di KPK, maka akan ada pertentangan peraturan perundang-undangan.
"Dokumen yang dalam penyidikan tidak bisa dibuka berdasarkan UU Keterbukaan Informasi Publik setahu saya," tutur dia.
Namun, Hifdzil menambahkan, rekaman pemeriksaan tersebut bisa dibuka di persidangan asal ada perintah oleh pengadilan. "Kecuali rekaman itu diperintahkan dibuka di muka sidang oleh pengadilan. Kalau DPR ngotot dengan angketnya, maka berat rasanya," ucap dia.