REPUBLIKA.CO.ID, Indonesia saat ini dihadapkan pada dua permasalahan yang cukup penting yakni kemiskinan serta laju deforestasi dan degradasi hutan yang semakin tinggi. Kedua persoalan besar tadi tidak bisa tuntaskan oleh pemerintah sendirian, tapi perlu dukungan semua pihak termasuk organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah.
Muhammadiyah sebagai salah satu ormas terbesar di Indonesia menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir punya andil untuk memberikan kontribusi melalui Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah.
"Program MPM tahun ini antara lain kami laksanakan di Kabupaten Berau khususnya dalam penanganan kemiskinan di wilayah hutan dengan harapan mengurangi laju deforestasi dan degradasi lahan kehutanan di Indonesia," kata Haedar di Berau, Kalimantan Timur, awal Oktober.
Haedar mengungkapkan hal tersebut saat bersama tokoh-tokoh masyarakat adat di kampung Batu Rajang dan beberapa kampung adat lainnya di Kabupaten Berau memimpin penanaman bibit di lahan demplot dan lahan masyarakat seluas 200 hektare. Adapun bibit yang ditanam antara lain 49.500 bibit Lada, 24.750 bibit Gaharu, dan 525 paket bibit empon-empon seperti jahe merah, jahe Kalimantan, kunyit, kencur, lengkuas, hingga temulawak.
Selain itu, masyarakat kampung adat di Berau juga diajak menanam 214 paket bibit sayuran seperti cabe rawit, tomat, terong, timun, sawi, kangkung dan bayam serta 7.500 paket tanaman hutan seperti meranti dan sengon. Masyarakat adat juga diberikan bantuan berupa alat-alat pertanian, mesin pengolahan pasca-panen serta sarana dan prasarana koperasi.
Masyarakat adat yang terlibat dalam program yang digulirkan MPM itu merupakan bagian dari 214 Kepala Keluarga di tiga kampung di Kabupaten Berau yakni kampung Batu Rajang dan kampung Siduung Indah di Kecamatan Segah serta kampung Long Keluh di Kecamatan Kelay.
Mereka ini sejak tahun 2016 mendapat pembinaan dari MPM bekerja sama dengan Millenium Challenge Account (MCA) Indonesia dan KEHATI. Program pendampingan yang dilaksanakan seperti pembuatan pupuk organik, pembibitan, perawatan tanaman, pengolahan pascapanen hingga inisiasi warga dalam membentuk kelompok usaha bersama berupa koperasi.
Kagumi kadernya
Usai penamanan, Haedar Nashir tak mampu menyembunyikan kebanggaannya pada sepak terjang kader-kadernya di daerah terpencil, terdalam, dan terluar di Indonesia. ‘’Saya kagum sekaligus bangga pada kader-kader Muhammadiyah yang tidak pernah lelah memberikan pembinaan kepada masyarakat di daerah terpencil yang hasilnya bisa kita lihat sekarang ini,’’ ungkapnya.
Menurut Haedar setelah menerima pendampingan dari MPM, ia melihat masyarakat adat di Batu Rajang dan beberapa kampung adat lainnya di Berau kini sudah perlahan dapat hidup mandiri. Kemandirian itu juga tampak jelas sesudah masyarakat adat merasakan manfaat dari keberadaan koperasi masyarakat adat, yang diberi nama Ilu Udip Mading.
"Sesuai namanya Ilu Udip Mading yang berarti Kita Hidup Baru. Koperasi itu diharapkan dapat menjadi sarana untuk peningkatan ekonomi masyarakat adat Batu Rajang,’’ tegasnya.
Haedar berharap masyarakat adat di sini dapat terus hidup rukun dan berbagi kasih sayang. “Muhammadiyah hadir untuk semua bukan untuk satu kelompok saja, amanahnya adalah semangat untuk saling berbagi kasih, nikmat dan kebahagiaan lewat kerja yang produktif dan membawa kemajuan. Jejak kaki yang kami tinggalkan, siapa tahu bermanfaat bagi kita bersama. Kami bangga juga memiliki optimisme dan syukur pada Allah SWT,” tuturnya.
Redistribusi lahan
Menyinggung mengenai program pemerintah tentang Reformasi Agraria berupa redistribusi lahan, Haedar berharap agar kebijakan tersebut tidak sekadar bagi-bagi lahan semata. Ia mengatakan, perlu ada pendampingan lanjutan bagi masyarakat yang menjadi sasaran program tersebut.
Misalnya terhadap masyarakat adat pedalaman yang menjadi sasaran dari program tersebut, menurutnya, selain redistribusi lahan, pemerintah juga perlu membangun tatanan sosial, perekonomian hingga pendidikan. “Seperti yang dijalankan MPM, kita membantu mereka untuk punya tatanan sosial baru, dalam kehidupan yang menetap berbasis pada kebudayaan mereka sendiri, lebih jauh lagi negara harus hadir untuk memberi jaring-jaring struktural yang membuat mereka lebih sejahtera, lebih maju dan lebih tercerdaskan,” tuturnya.
Pemerintah lanjut dia siap melakukan redistribusi lahan seluas 21,7 juta hektare. Sekitar 9 juta hektare masuk pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2017 baik redistribusi maupun legalisasi aset. Sisanya ditargetkan selesai pada 2019 dengan prioritas masyarakat adat, nelayan, hingga buruh tani.
“Kalau Pemerintah sekarang punya kebijakan redistribusi lahan itu perlu ada dalam skema ini, bagaimana kita betul-betul memberikan lahan kepada mereka agar mereka memiliki tanah airnya. Apapun negara harus hadir. Dan inilah pemahaman keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” papar Haedar yang berharap program tersebut tepat sasaran terutama bagi masyarakat adat.