Kamis 12 Oct 2017 18:46 WIB

Kiprah Muhammadiyah Dorong Masyarakat Adat Hutan Berkemajuan

Rep: Andrian Saputra/ Red: Fernan Rahadi
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir, saat meninjau program Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) di Berau, Kalimantan Timur.
Foto: Andrian Saputra/Republika
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir, saat meninjau program Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) di Berau, Kalimantan Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, Indonesia saat ini dihadapkan pada dua permasalahan yang cukup penting yakni kemiskinan serta laju deforestasi dan degradasi hutan yang semakin ting­gi. Kedua persoalan besar tadi tidak bisa tuntaskan oleh pemerintah sen­dirian, tapi perlu dukungan semua pihak termasuk organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah.

Muhammadiyah sebagai salah satu ormas terbesar di Indonesia menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir punya andil untuk memberikan kon­tribusi melalui Majelis Pemberdayaan Masya­rakat (MPM) PP Muhammadiyah. 

"Program MPM tahun ini antara lain kami laksanakan di Kabupaten Berau khususnya dalam penanganan kemiskinan di wilayah hu­tan dengan harapan mengurangi laju defo­restasi dan degradasi lahan kehutanan di Indo­nesia," kata Haedar di Berau, Kali­mantan Ti­mur, awal Oktober.

Haedar mengungkapkan hal tersebut saat bersama tokoh-tokoh masyarakat adat di kam­pung Batu Rajang dan beberapa kam­pung adat lainnya di Kabupaten Berau memimpin pena­na­man bibit di lahan demplot dan lahan ma­sya­rakat seluas 200 hektare. Adapun bibit yang ditanam antara lain 49.500 bibit Lada, 24.750 bibit Gaharu, dan 525 paket bibit em­pon-em­pon seperti jahe merah, jahe Kaliman­tan, ku­nyit, kencur, leng­kuas, hingga temula­wak.

Selain itu, masyarakat kampung adat di Berau juga diajak menanam 214 paket bibit sa­yuran seperti cabe rawit, tomat, terong, timun, sawi, kangkung dan bayam serta 7.500 paket ta­na­man hutan seperti meranti dan sengon. Masya­rakat adat juga diberikan bantuan beru­pa alat-alat pertanian, mesin pengolahan pasca-panen serta sarana dan prasarana koperasi.

Masyarakat adat yang terlibat dalam pro­gram yang digulirkan MPM itu merupakan bagian dari 214 Kepala Keluarga di tiga kampung di Kabupaten Berau yakni kampung Batu Ra­jang dan kampung Siduung Indah di Keca­ma­tan Segah serta kampung Long Keluh di Keca­matan Kelay. 

Mereka ini sejak tahun 2016 mendapat pem­binaan dari MPM bekerja sama dengan Milleni­um Challenge Account (MCA) Indonesia dan KEHATI. Program pendampingan yang dilak­sa­nakan  seperti pembuatan pupuk orga­nik, pembi­bitan, perawatan tanaman, pengo­lahan pasca­panen hingga inisiasi warga dalam membentuk kelompok usaha bersama berupa koperasi.

Kagumi kadernya

Usai penamanan, Haedar Nashir tak mam­pu menyembunyikan kebanggaannya pada sepak terjang kader-kadernya di daerah terpen­cil, terdalam, dan terluar di Indonesia. ‘’Saya ka­gum sekaligus bangga pada kader-kader Mu­hammadiyah yang tidak pernah lelah mem­be­rikan pembinaan kepada masyarakat di daerah terpencil yang hasilnya bisa kita lihat sekarang ini,’’ ungkapnya.

Menurut Haedar setelah menerima pen­dampingan dari MPM, ia melihat masyarakat adat di Batu Rajang dan beberapa kampung adat lainnya di Berau kini su­dah per­lahan dapat hidup man­diri. Keman­di­rian itu juga tam­­pak jelas sesudah masyarakat adat merasa­kan man­faat dari keberadaan koperasi masya­ra­kat adat, yang diberi nama Ilu Udip Mading.

"Sesuai namanya Ilu Udip Mading yang ber­arti Kita Hidup Baru. Koperasi itu diharap­kan dapat menjadi sarana untuk peningkatan eko­nomi masyarakat adat Batu Rajang,’’ tegasnya.

Haedar berharap masyarakat adat di sini da­pat terus hidup rukun dan berbagi kasih sayang. “Muhammadiyah hadir untuk semua bukan untuk satu kelompok saja, ama­nahnya adalah semangat untuk saling berbagi kasih, nik­mat dan kebahagiaan lewat kerja yang produktif dan mem­­bawa kemajuan. Jejak kaki yang kami ting­galkan, siapa tahu bermanfaat bagi kita ber­sama. Kami bangga juga memiliki optimisme dan syu­kur pada Allah SWT,” tuturnya.

 Redistribusi lahan 

Menyinggung mengenai program pemerin­tah tentang Reformasi Agraria berupa redistribusi lahan, Haedar berharap agar kebijakan tersebut tidak sekadar bagi-bagi lahan semata. Ia mengatakan,  perlu ada pendampingan lanjutan bagi masyarakat yang menjadi sasaran program tersebut. 

Misalnya terhadap masyarakat adat peda­laman yang menjadi sasaran dari program ter­se­but, menurutnya, selain redistribusi lahan, pemerintah juga perlu membangun tatanan sosial, perekonomian hingga pendidikan. “Seperti yang dijalankan MPM, kita membantu mereka untuk punya tatanan sosial baru, dalam kehidupan yang menetap berbasis pada kebu­dayaan mereka sendiri, lebih jauh lagi negara harus hadir untuk memberi jaring-jaring struk­tural yang membuat mereka lebih sejahtera, lebih maju dan lebih tercerdaskan,” tuturnya.

Pemerintah lanjut dia siap melakukan redistribusi lahan  seluas 21,7 juta hektare. Sekitar 9 juta hektare masuk pada Rencana Kerja Pe­merintah (RKP) 2017 baik redistribusi maupun legalisasi aset. Sisanya ditargetkan selesai pada 2019 dengan prioritas masyarakat adat, nela­yan, hingga buruh tani.

“Kalau Pemerintah sekarang punya kebija­kan redistribusi lahan itu perlu ada dalam ske­ma ini, bagaimana kita betul-betul memberikan lahan kepada mereka agar mereka memiliki tanah airnya. Apapun negara harus hadir. Dan inilah pemahaman keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” papar Haedar yang berharap program tersebut  tepat sasaran terutama bagi masyarakat adat.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement