REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tengah menyiapkan solusi teknologi untuk kelangkaan pasokan garam yang tengah terjadi. Upaya tersebut dilakukan agar Indonesia dapat mengatasi dampak impor garam akibat ancaman kekurangan pasokan garam di tahun mendatang.
"Kami berupaya melakukan dua hal, integrasi lahan garam rakyat dan pembangunan pabrik multi produk," ungkap Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi (TAB BPPT), Eniya L Dewi melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id, Selasa (1/8).
Eniya menjelaskan, integrasi lahan garam rakyat bertujuan agar produksi dapat berjalan optimal tanpa dipengaruhi faktor cuaca. Akan tetapi, upaya tersebut membutuhkan dukungan kebijakan dan infrastruktur, termasuk keterlibatan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Menurut Eniya, solusi selanjutnya, yaitu pembangunan pabrik multi produk, akan memungkinkan substitusi impor secara nasional apabila dijalankan secara optimal. Selain dua hal utama itu, Eniya memaparkan BPPT terus melakukan kaji terap teknologi untuk diversifikasi produk garam dan mendorong peningkatan kapasitas kadar garam.
Dalam program diversifikasi garam, kata dia, BPPT akan mendorong tingkat efisiensi kadar garam yang selama ini masih sekitar 80 hingga 90 persen Natrium klorida (NaCl) menjadi 94 hingga 97 persen NaCL. Ketika tracking di sejumlah wilayah, tim BPPT masih menjumpai rata-rata kadar garam di petani masih sekitar 80-90 NaCL.
Eniya mengakui, saat ini impor garam tidak sepenuhnya dapat dielakkan. Ia pun berharap sinergi antarpemangku kepentingan dapat lebih ditingkatkan dalam upaya revitalisasi produk garam berbasis teknologi.
"Kami berharap inovasi dan teknologi sebagai solusi untuk meningkatkan produktivitas komoditas garam, mendapat dukungan semua pihak. Semoga langkah ini mampu menghindarkan dari impor garam di tahun mendatang," ucapnya.