REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Faktor cuaca yang tidak mendukung merupakan penyebab petani garam di Palu, Sulawesi Tengah kurun tiga bulan terakhir ini tidak berproduksi.
"Tiga bulan ini petani penggaraman Talise di Kecamatan Palu Timur terhenti aktivitasnya," kata Nining, salah seorang dari sejumlah petani garam di Palu, Sabtu (29/7).
Ia mengatakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, pada pedagang terpaksa mendatangkan garam dari luar daerah seperti Sulawesi Selatan. Akibatnya, kata dia, tidaklah heran jika harga garam di pasaran di Kota Palu dalam beberapa pekan terakhir ini cenderung mengalami kenaikan hari sebelumnya.
Harga garam di tingkat pengecer saat ini bervariasi antara Rp 300 ribu per karung (isi 50 kg) hingga Rp 400 ribu per karung. Sementara harga eceran berkisar Rp 10 ribu-Rp 20 ribu per kg.
Garam produksi petani Talise maupun produksi petani Sulsel yang banyak diperdagangkan di Ibu Kota Provinsi Sulteng antara lain digunakan sebagai pupuk dan pakan ternak. Meski harga garam saat ini terbilang cukup mahal, namun masyarakat tetap membelinya karena sangat membutuhkannya.
Ia mengaku petani garam di pesisir Pantai Talise selama beberapa bulan terakhir ini benar-benar fakum karena tambak garam tidak bisa dikelolah karena curah hujan tinggi. Para petani hanya berharap musim hujan segera berakhir dan cuaca bisa kembali normal sehingga petani dapat berproduksi lagi.
Sementara Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulteng, Abubakar Almahdali membenarkan harga garam di pasaran Kota Palu beberapa pekan terakhir ini mengalami kenaikan cukup tajam. Kenaikan harga garam lebih dikarenakan produksi petani menurun drastis.
Bahkan, kata dia, para pedagang di Palu banyak mendatangkan garam dari Sulsel. "Inilah yang membuat harga naik tajam," kata Abubakar.
Harga garam dalam kondisi normal di Palu hannya berkisar Rp 150 ribu-Rp 200 ribu per kg.