Rabu 26 Jul 2017 08:03 WIB

Ini Cerita Pilu 'Ketidakadilan' Terpidana Kasus Suap

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Agus Yulianto
Tersangka kasus dugaan suap Pilkada Muchtar Effendi mengikuti rapat dengar pendapat dengan Panitia Khusus (Pansus) angket Komisi Pemberantasan Korupsi di komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (25/7).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Tersangka kasus dugaan suap Pilkada Muchtar Effendi mengikuti rapat dengar pendapat dengan Panitia Khusus (Pansus) angket Komisi Pemberantasan Korupsi di komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (25/7).

REPUBLIKA.CO.ID, Selain mengungkap adanya intimidasi dari sejumlah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), terpidana kasus pemberian keterangan palsu di Mahkamah Konstitusi (MK) Muchtar Effendi juga menceritakan ketidakadilan yang ia terima dari KPK. Salah satunya, terkait tidak kunjung dikembalikannya harta yang disita oleh KPK kepada Muchtar.

Padahal, pengusaha yang ditangkap dan dituduh sebagai rekan dekat mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu mengatakan, upaya KPK memiskinkan dirinya tidak berhasil. Hal ini berdasarkan putusan Mahkamah Agung, bahwa hartanya Rp30-an miliar lebih tidak terbukti terkait perkara Akil Muchtar.

MA juga menyatakan, harta Muhtar tidak disita untuk negara. Namun demikian, hingga tiga tahun ia dipidana, hartanya tidak juga dikembalikan oleh KPK.

"Kemana kita harus mengadu? Sudah kirim surat, surat kuasa dan bahkan yang diambil pun dihina-guna," ujar Muchtar di depan Pansus Angket KPK, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa (25/7).

Menurutnya, istrinya bahkan telah mencoba mendatangi KPK untuk meminta harta yang telah disita berupa mobil sebanyak 25 buah, motor 45, tiga rumah dan dua bidang tanah. Namun, istrinya yang waktu itu menemui bagian penyitaan KPK, mengatakan harta Muchtar tidak akan dikembalikan.

"Mereka menyatakan menurut penyidik Pak muchtar akan dibuatkan pasal baru jadi harta Pak Muchtar tidak akan dikembalikan, saya punya pemikiran bahwa Novel Baswedan bener bahwa dia mau ambil harta saya mau dibagi sama ponakan saya (Miko Panji Tirtayasa) ini yang haus akan kekayaan," ujarnya.

Tak hanya itu, setahun pascaditolak KPK soal pengembalian harta tersebut, Muchtar mengaku, pernah ditemui utusan yang mengatasnamakan permintaan Johan Budi, mantan Juru Bicara KPK pada bulan Ramadhan 2016. Saat itu, utusan tadi menawarkan kepada Muchtar, jika hartanya mau dikembalikan maka Muchtar disarankan mau menandatangani pembagian harta antara Muchtar dengan KPK.

Namun, hal itu ditolak mentah-mentah oleh Muchtar. "Saya disuruh menandatangani harta itu dibagi dua dan hak jual diserahkan kepada mereka. Saya nggak mau karena harta itu bukan korupsi, ini harta halal. Berdasarkan putusan MA harta ini juga hrs dikembalikan kepada saya, bukan untuk dibagi-bagikan," ungkapnya.

Ia mencoba mengingat utusan yang mengatasnamakan Juru Bicara Presiden RI itu mengaku dari Jogjakarta. "Utusan Johan budi. Bukan orang KPK, aslinya dari Jogja. Tiga orang yang datang dari Jakarta. Datang ke (Lapas) Sukamiskin," ungkapnya.

Adapun dalam rapat dengar pendapat dengan pansus angket KPK juga menghadirkan keponakan dari Muchtar, yakni Miko Panji Tirtayasa yang kali ini buka-bukaan soal intimidasi kepadanya oleh penyidik KPK. Ia diperintahkan penyidik KPK untuk memberikan keterangan tidak sebenarnya demi menjebloskan pamannya sendiri Muchtar Effendi.

"Saya disuruh Novel cs bahwa harta dan aset paman saya adalah milik Akil Muchtar yang di titip ke paman saya. Dan jika telah ditangkap paman saya, Novel dan Abraham samad  akan beri aset paman saya dibagi dua. Pihak KPK Novel dan abraham 50 persen dan saya 50 persen," ungkap Miko.

Ia juga mengungkap, dalam menekannya untuk memberikan keterangan palsu juga KPK melakukan intimidasi mulai diawali penyekapan dirinya untuk berbohong hingga pemberian fasilitas seperti hotel, pelayanan jasa pijat hingga makan mewah. Tak lain demi untuk memuluskan keinginan KPK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement