Sabtu 06 May 2017 04:04 WIB

KPK Usulkan Pemberhentian PNS Menyimpang Etika Dipermudah

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Angga Indrawan
Presiden Joko Widodo (kanan) menerima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo (kedua kanan), Basaria Panjaitan (tengah), Saut Situmorang (kedua kiri), dan Alexander Marwata (kiri) di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (5/5).
Foto: Antara/Biro Pers Setpres-Laily Rachev
Presiden Joko Widodo (kanan) menerima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo (kedua kanan), Basaria Panjaitan (tengah), Saut Situmorang (kedua kiri), dan Alexander Marwata (kiri) di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (5/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyarankan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar mempermudah pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang melakukan penyimpangan terkait prinsip etika dan integritas. Sanksi administratif yang diberikan pun seharusnya lebih tegas.

"Kami mengusulkan ada peraturan atau ada ketentuan yang mempermudah pemberhentian PNS itu," kata Alexander usai menemui Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (5/5).

Selama ini, lanjut Marwata, tak sedikit PNS yang melakukan penyimpangan- penyimpangan seperti titip absen. Namun pemerintah tak memberikan sanksi. Lebih lanjut, ia juga menyampaikan selama ini KPK telah banyak menerima aduan terkait penyimpangan dana desa. Namun lantaran bukan merupakan kewenangan dari KPK, maka KPK tak bisa menindaknya.

"Kami mengusulkan ada mekanisme untuk memberikan sanksi kepada kepala desa yang melakukan penyimpangan-penyimpangan dana desa itu. Misalnya dengan pemberhentian, pemecatan," ujarnya.

Menurutnya, untuk menindaklanjuti adanya penyimpangan-penyimpangan tidaklah harus melalui proses hukum. Namun dapat dilakukan dengan memberikan sanksi kepada pelaku.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement