Rabu 26 Apr 2017 16:43 WIB

JPU Kasus Ahok Dinilai akan Memancing Ketidakpercayaan Publik

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Ilham
Sidang kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. (ilustrasi).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Sidang kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Satgas Advokasi Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Gufroni mengatakan, ditinjau dari aspek yudiris, tuntutan dengan masa percobaan dua tahun terhadap Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok bukan merupakan kewenangan JPU. Menurut dia, pidana bersyarat atau disebut pidana percobaan adalah kewenangan hakim.

Sedangkan dari aspek sosiologis, Satgas Pemuda Muhammadiyah melihat adanya ketidaksiapan JPU membacakan tuntutan sesuai jadwal adalah wujud kinerja yang tidak profesional. JPU yang mengajukan permohonan penundaan penuntutan dengan alasannya belum selesainya pengetikan dinilai memicu kekecewaan dan ketidakpercayaan publik terhadap independensi jaksa.

"Ketidakmampuan tim yang beranggotakan 13 jaksa dalam menangani kasus Ahok ini merupakan pelanggaran atas sumpah janji jabatan seorang jaksa," kata Gufroni, Rabu (26/4).

Tuntutan JPU, menurut dia, tidak sepenuhnya mempertimbangkan pendapat MUI yang menyatakan perbuatan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dikategorikan sebagai penghinaan Alquran dan atau ulama yang memiliki konsekuensi hukum. Gufroni mengatakan, pandangan keagamaan MUI merupakan sikap kebatinan umat Islam yang merasa keyakinannya dinistakan atas perbuatan terdakwa.

"Secara sosiologis tuntutan JPU telah gagal menangkap suasana kebatinan sikap Keagamaan dan pendapat MUI," ujar dia.

Gufroni juga menganggap tuntutan JPU telah mengabaikan kepentingan umum dan menyederhanakan perbuatan terdakwa bukan sebagai tindakan penistaan agama sebagaimana yang dimaksud Pasal 156A KUHP. Ringannya penuntutan bertentangan dengan yurisprudensi kasus tersebut.

"Jika dibiarkan, maka akan menimbulkan ketidakpercayaan (distrust) kepada instansi penegak hukum dan ketidaktaatan terhadap hukum dan penegakan hukum," kata Gufroni.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement