Jumat 10 Feb 2017 19:40 WIB

KPK Ingin Bidik Korupsi Sektor Swasta

Red: Nur Aini
Logo KPK
Foto: Republika/ Raisan Al Farisi
Logo KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- KPK berniat menangani korupsi sektor swasta (private sector) dengan dukungan hasil telaah dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

"Laporan dari temen-teman PPATK sering mengeluh kenapa tidak ada tindak lanjutnya? Karena KPK untuk bertindak itu dibatasi beberapa hal karena kami hanya ke penyelenggara negaranya. Kadang-kadang kami tidak menemukan penyelenggara negaranya. Oleh karena itu, kami minta kepada pemerintah dan anggota DPR supaya kita bisa menangani korupsi di private sector. Itu sudah banyak yang luar biasa," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di gedung KPK Jakarta, Jumat (10/2).

Agus menemui Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin dan Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae untuk melakukan koordinasi lebih lanjut dengan KPK. "Karena banyak dari anak-anak kami (penyidik KPK) tidak bisa bertindak apa-apa karena tidak ada penyelenggara negaranya. Kalau bisa masuk ke private sector kita menangkapi orang-orang itu kan?" kata Agus.

Koordinasi lain adalah terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pembatasan Transaksi Penggunaan Uang Kartal, RUU Perampasan Aset, RUU Single Identity Number (SIN). "RUU Pembatasan Uang Kartal dan RUU Asset Recovery atau perampasan aset sangat erat kaitannya dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) karena membatasi transaksi secara tunai. Dengan adanya batasan itu maka akan lebih mudah dengan aparat penegak hukum termasuk KPK untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan," ujarnya.

Selain itu, dia mengatakan dengan dibatasinya transaksi tunai berarti lebih mudah bagi PPATK untuk menelusuri asal-muasal suatu transaksi. Sehingga, perampasan aset juga dapat diiringi pemulihan aset negara maupun kompensasi kerugian negara.

Menurut Agus, PPATK juga dapat melakukan penelusuran profil keuangan pejabat yang melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). "Nanti temen-teman PPATK punya akses terhadap LHKPN, dalam waktu yang sama kalau Anda lihat, orang yang mau mengisi LHKPN sudah tanda tangan dan memberikan kuasa, KPK bisa memeriksa rekening banknya. Ini sangat menarik, sehingga PPATK memulai profil rekening pejabat ya begitu mereka punya akses ke LHKPN, mereka bisa loh profil-nya seperti LHKPN seperti ini," ungkap Agus.

Setidaknya, kat dia, ada 80-90 kasus yang diinformasikan PPATK ke KPK. "Kami sampaikan harapan pada pimpinan KPK untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaan kami yang dianggap tidak ada unsur pidananya agar dapat kami bicarakan lebih lanjut, kita bisa selesaikan di tindak pidana lain, misalnya di tindak pidana perpajakan," kata Badaruddin.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement