REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Ombudsman RI Laode Ida menilai pemilihan rektor tidak berbeda dengan pertarungan politik. Komentar tersebut merujuk pada dugaan praktik korupsi pemilihan rektor.
"Di daerah sekarang, di kampus, tak beda dengan pertarungan politik. Itu yang paling menyedihkan," kata dia dalam diskusi berjudul 'Pemilihan Rektor Harus Setor?' di Jakarta, Sabtu (29/10).
Laode menyebut, perguruan tinggi sudah salah arah. Sebab, orang-orang yang ada di perguruan tinggi mengejar kekuasaan dan materi. Ia menduga, apabila untuk mendapatkan jabatan rektor ada praktik jual beli suara, pun demikian dengan pemilihan dekan.
Ia tidak heran apabila terkuat adanya praktik bagi-bagi jabatan dan proyek. Menurutnya, kursi rektor merupakan posisi yang strategis. Sebab, sebanyak Rp 39 triliun APBN dari kementerian masuk untuk perguruan tinggi.
"Blok suara jatah menteri, untuk mempertahankan kekuasaan menteri, ada dinasti juga. Konsepnya bagus, ada mekanisme anggaran, tetapi pada saat yang sama tak terkontrol di bawah," tutur Laode.
Ia mempertanyakan, apakah tujuan perguruan tinggi saat ini. Apakah untuk membuat banyak kertas ijazah atau melahirkan manusia berkualitas? "Kita sedang krisis betul di perguruan tinggi. Semua orang mengejar kekuasaan, materi," jelasnya.