REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman Republik Indonesia menyoroti potensi penyimpangan dalam pengelolaan dana Program Makan Bergizi Gratis (MBG), khususnya terkait pengeluaran bahan baku dan fee untuk pengelola dapur. Ombudsman menilai, lemahnya verifikasi harga pasar serta pengaturan biaya operasional berpotensi menurunkan kualitas layanan gizi bagi peserta didik.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, memberi contoh sederhana mengenai lemahnya mekanisme pembuktian harga bahan pokok di lapangan. Ia mencontohkan harga telur di pasar sebesar Rp30 ribu per kilogram. Namun, tanpa verifikasi ketat, penyedia Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) bisa saja membeli lebih murah dari pemasok, sementara kwitansi tetap ditulis sesuai harga pasar.
“Bon kwitansi kan bisa diciptakan. Nah, kalau tidak ada verifikasi, maka yang seperti begini nih yang jadi persoalan itu,” kata Yeka di Jakarta, Selasa (30/9/2025).
Ia juga sempat berkomentar terkait video viral yang menunjukkan buah semangka di MBG yang sangat tipis. “Nah, itu apalagi kalau (soal yang dipotong tipis). Itu sudah keterlaluan,” katanya.

Yeka juga menguraikan bahwa skema pembiayaan MBG memang memiliki komponen yang berbeda, mulai dari bahan baku, operasional, hingga biaya sewa dapur. Dari anggaran sekitar Rp15 ribu per porsi, Rp10 ribu seharusnya digunakan penuh untuk bahan baku makanan. Sisanya dialokasikan untuk biaya operasional seperti memasak, listrik, air, hingga distribusi.
“Negara juga mensahkan adanya uang sewa sebesar Rp2.000 per porsi kepada investor atau pelaku yang membangun dapur. Karena membangun dapur itu butuh investasi besar, bisa Rp750 juta sampai Rp3 miliar. Kalau Rp2.000 itu diambil Rp2.500 otomatis berarti mengganggu biaya operasional berarti mengganggu juga biaya bahan baku, nah ini yang bermasalah,” jelas Yeka.
Menurutnya, pembagian margin dalam biaya sewa dapur harus diatur dengan jelas melalui SOP. Bila komponen Rp13 ribu untuk bahan baku dan operasional terganggu, kualitas gizi dipastikan akan menurun.
“Nah oleh karena itu patut diduga pengelolaan seperti begini harus diiringi dengan SOP yang lebih jelas, bagaimana membagi margin, itu silahkan diatur, tetapi pada intinya, jangan sampai mengganggu, Manakala itu diganggu yang Rp13.000.000 pasti, aku yakin akan terjadi penurunan kualitas,” tegasnya.
