Kamis 06 Oct 2016 19:24 WIB

Tersangka Dwelling Time Sebut Pelindo Tahu Aksi yang Dilakukannya

Rep: Issha Harruma/ Red: Nidia Zuraya
Aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan. ilustrasi
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Aktivitas bongkar muat peti kemas di pelabuhan. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Polisi meringkus dua tersangka terkait bongkar muat (dwelling time) di Pelabuhan Belawan, Medan. Salah satu tersangka, HPM, bahkan menyebut, PT Pelindo I sebagai operator pelabuhan mengetahui 'bisnis' yang dilakukannya.

"Pelindo tahu. Saya kan masuk di sistemnya. Saya di sana sejak 2012," kata HPM di Mapolda Sumut, Kamis (6/10).

Ketua Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Sumut ini mengklaim, yang dilakukannya adalah murni bisnis dan bukanlah pemerasan. Hal ini, kata HPM, dikarenakan dia dan pemilik barang telah membuat kesepakatan terkait biaya bongkar muat sebesar Rp 141 juta.

"Saya berbisnis, deal bisnisnya dengan pemilik barang. Sewaktu barang itu masuk mau dibongkar, saya minta pemilik barang saya diberi duit Rp 75 juta dulu karena mereka tidak sanggup memberi sesuai dengan perjanjian mereka ke saya (Rp 141 juta)," ujar dia.

HPM menyebut, uang yang disepakati tersebut diperuntukkan untuk biaya pelibatan buruh bongkar muat karena pemilik barang tidak sanggup membongkar barangnya. "Saya harus meminta buruh di pelabuhan. Syaratnya, saya harus bayar 75 persen dari tarif ke koperasi TKBM (Tenaga Kerja Bongkar Muat). Itu aturannya," kata HPM.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sumut Kombes Toga Habinsaran Panjaitan membantah pernyataan tersangka HPM ini. Meski HPM menyebut bisnisnya dilakukan atas kesepakatan, namun, Toga mengatakan, pelaksanaannya tetap tidak sesuai dengan aturan yang ada.

Tersangka HPM, lanjutnya, mengenakan tarif bongkar muat batu pecah hingga Rp40 ribu per ton. Dia pun membandingkan dengan tarif serupa di Batam yang hanya Rp 900 per kg.

"Dan kalau perusahaan menolak (membayar), tidak dibongkar. Ini kan memberatkan, biaya bongkar lebih mahal dari harga batunya," ujar Toga.

Selain itu, Toga mengatakan, penggunaan buruh untuk bongkar muat hanyalah alasan yang digunakan tersangka untuk memeras perusahaan pemilik barang. Hal ini dikarenakan proses tersebut sebenarnya tidak menggunakan buruh.

"Sudah punya alat Pelindo, alat pemilik barang. Untuk kasus ini, barangnya itu batu pecah, semua pakai mesin curah. Di mana buruhnya. Berapalah itu jumlahnya," ujar Toga.

Sebelumnya, polisi meringkus dua orang yang diduga menjadi salah satu penyebab lamanya waktu bongkar muat (dwelling time) di Pelabuhan Belawan, Medan. Keduanya, yakni HPM dan P.

HPM merupakan Ketua Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) Sumut yang mengatasnamakan buruh saat beraksi, sementara P diduga sebagai makelar. Namun, penyelidikan tersebut belum menyentuh instansi berwenang terkait, seperti PT Pelindo I yang merupakan operator Pelabuhan Belawan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement