Kamis 28 Jul 2016 16:53 WIB

Publik Punya Hak Politik untuk Tahu Alasan Reshuffle

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Angga Indrawan
Beberapa menteri baru Kabinet Kerja II berfoto bersama usai pengumuman perombakan kabinet oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (27/7).  (Republika/Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Beberapa menteri baru Kabinet Kerja II berfoto bersama usai pengumuman perombakan kabinet oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (27/7). (Republika/Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro menilai, meskipun perombakan (reshuffle) kabinet adalah hak prerogatif presiden, namun publik juga memiiki hak politik untuk mengetahui alasan perombakan kabinet. Terlebih, perombakan kabinet itu berkaitan langsung dengan kebijakan pemerintah.

Menurutnya, hingga saat ini, publik memang belum mendapatkan informasi yang lengkap soal keputusan presiden dalam melakukan perombakan kabinet. Tidak hanya pada reshuffle kabinet jilid kedua, yang dilakukan Presiden Joko Widodo kemarin, Rabu (27/7), tapi juga pada reshuffle kabinet jilid pertama pada 2014 silam.

Siti menambahkan, selama ini informasi yang diterima publik, reshuffle kabinet dilakukan terhadap menteri-menteri yang dianggap gaduh. Namun, pada kenyataannya, menteri-menteri yang dinilai tidak membuat gaduh ternyat dicopot.

"Kita tahu presiden punya hak prerogatif, tapi kita sebagai warga negara juga punya hak politik untuk tidak sekedar memilih, tapi juga mengawal kebijakan-kebijakan pemerintah," tutur Siti dalam diskusi 'Dialektika Demokrasi' di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (28/7).

Tidak hanya itu, Siti menilai, parameter-parameter yang digunakan oleh presiden dalam mengganti atau menggeser satu pos menteri tertentu juga masih belum jelas dan cenderung gado-gado. Padahal, parameter ini cukup penting agar menteri tersebut tahu apakah dirinya cukup layak untuk dipertahankan atau dicopot.

"Jadi menteri bisa mengukur diri, apakah dia proper untuk digusur atau dipertahankan, karena parameternya jelas. Ini untuk keterukuran," kata Siti.

Lebih lanjut, Siti pun mengaku, tidak memiliki ekpektasi yang besar terhadap reshuffle kabinet yang terjadi saat ini bakal memberikan perubahan yang berarti. Hal ini pun mengaca kepada ekpektasi yang dirasakan masyarakat pasca terpilihnya Presiden Joko Widodo pada Pilpres 2014 silam.

Pada saat itu, ujar Siti, ekpektasi masyarakat terhadap Jokowi sangat besar. Namun, hingga saat ini belum ada perubahan yang berarti. "Reshuffle jilid satu kemarin sepertinya juga belum memberikan efek apa-apa. Kemudian paket kebijakan ekonomi, yang sampai 12, tidak ada dampaknya, dan tidak ada gaungnya," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement