Selasa 19 Jul 2016 22:47 WIB

Buruh Segera Ajukan Judicial Review UU Amnesti Pajak ke MK

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Bayu Hermawan
Said Iqbal
Foto: Antara/Ujang Zaelani
Said Iqbal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Buruh akan menyerahkan berkas gugatan judicial review Undang-Undang UU Tax Amnesty (Pengampunan Pajak) ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (22/7). Ada beberapa alasan buruh mengajukan judicial review tersebut.

Pertama, UU Tax Amnesty dinilai mencederai rasa keadilan buruh sebagai pembayar pajak. Pasalnya PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Upah membuat buruh kembali pada rezim upah murah terutama karena hilangnya hak berunding serikat pekerja atau buruh.

Dari data Organisasi Buruh International (ILO), upah rata-rata buruh Indonesia 174 dolar AS per bulan. Lebih rendah dibanding Vietnam 181 dolar AS, Thailand 357 dolar AS, Filipina 206 dolar AS, dan Malaysia 506 dolar AS. Di sisi lain buruh taat membayar pajak penghasilan (PPH) 21 persen.

"Kalau terlambat didenda, tetapi di sisi lain para pengusaha pengemplang pajak diampuni. Jelas UU ini bertentangan dengan UUD 1945," ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, Selasa (19/7).

Kedua, hukum Indonesia telah digadai atau dibarter dengan uang demi mengejar pertumbuhan ekonomi dengan mengampuni 'maling' pajak. Ini berarti UU tersebut melanggar UUD 1945 yang menyatakan setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum.

UU itu, kata Iqbal, mengindikasikan bahwa antara buruh dan pengusaha tidak sama kedudukannya dalam hukum. Pasalnya buruh taat membayar pajak, sedangkanpengusaha pengemplang pajak diampuni.

Ketiga, dana denda dari hasil pengampunan pajak sebesar Rp 165 triliun yang sudah dimasukan dalam APBN-P 2016 adalah dana 'ilegal-haram' karena sumber dananya berasal dari pengampunan pajak yang jelas melanggar UUD 1945.

Keempat, dalam UU Amnesti Pajak dikatakan bagi pegawai pajak atau siapapun yang membuka data para pengemplang pajak dari dana yang ada di luar negeri (repatriasi) maupun dari dalam negeri (deklarasi) maka akan dihukum penjara 5 tahun.

Menurut Iqbal, jelas hal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 tentang hak asasi manusia. "Karena mana mungkin orang yangg mengungkapkan kebenaran malah di hukum penjara," ujarnya.

Kelima,dalam UU Amnesti Pajak disebutkan bahwa tidak peduli asal usul dana repatriasi dan deklarasi tersebut yang penting masuk ke dalam negara. Iqbal menyebut jelas hal ini berbahaya karena bisa saja terjadi pencucian uang dari dana korupsi, perdagangan manusia, hasil kejahatan narkoba, dan lainnya.

Menurut dia, ini berarti negara melindungi kejahatan luar biasa terhadap manusia yang dananya dapat dicuci melalui UU Amnesti Pajak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement