Selasa 12 Jul 2016 08:51 WIB

Elektrifikasi dan Tumbuh Kembang UKM

Red: M Akbar
William Henley
Foto:

Kesebelas aspek tersebut adalah: tahap memulai usaha, izin bangunan, pasokan listrik, properti, kredit, perlindungan bagi investor minoritas, pembayaran pajak, perdagangan lintas batas, kepastian hukum (terkait dengan kontrak), penanganan kepailitan, dan  peraturan ketenagakerjaan.

Tahun 2016, dari kesebelas indikator itu, Bank Dunia hanya menjadikan 5 hal sebagai indikator yakni: izin bangunan, pasokan listrik, penegakan hukum, dan aturan ketenakerjaan.

Di sini jelas, bahwa ketersediaan atau pasok listrik menjadi hal tetap tak bisa ditawar. Apalagi dengan kenyataan tingkat elektrifikasi kita yang turun tipis dari peringkat 45 di tahun 2015 menjadi peringkat 46 di tahun 2016.

Dengan target menjadikan Indonesia sebagai sebagai tujuan investasi, dengan melakukan pembangunan infrastruktur seperti bendungan, irigasi, jalan, pelabuhan, dan bandara demi mengurangi biaya produksi, dan agar secara logistik Indonesia mampu bersaing, maka penyediaan atau pasok listrik menjadi tidak terhindarkan. Betapa pun, peningkatan investasi tak bisa lepas dari ketersediaan listrik yang memadai.

Tak hanya investor swasta, UMKM pun membutuhkan peningkatan prasarana listrik sebagai penunjang usahanya. Dengan begitu, tak bisa disangkal lagi bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia bergantung pada tingkat elektrifikasi. Elektrifikasi selain menghindarkan desa atau kota dari pemadaman listrik bergilir, juga meningkatkan produktivitas sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Patut dicatat bahwa jika pada tahun 2014, jumlah UMKM di Indonesia berkisar 57,9 juta pelaku, maka di 2016 ini angkanya niscaya telah bertambah. Keberadaan UMKM yang mampu menyerap tenaga kerja di atas 90 persen itu tentu tak bisa dianggap sepele.

Kini, di era pasar terbuka Asean,  UMKM perlu memiliki daya tahan tinggi untuk bersaing dengan UMKM yang juga telah menjadi tulang punggung perekonomian negara lain di Asean. Data menunjukkan, sekitar 88,8-99,9 persen bentuk usaha di Asean adalah UMKM dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 51,7-97,2 persen.

Oleh karena itu, penting untuk menciptakan ekosistem yang memadai bagi UMKM di Indonesia termasuk dengan adanya konsistensi penyediaan listrik. Dengan begitu, kinerja UMKM di tanah air, yang menurut catatan Bank Indonesia, per Februari 2016 membukukan kredit hingga  Rp808,986.5 miliar bisa berujung baik dan membawa kebaikan bagi perekonomian nasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement