Jumat 04 Jan 2019 12:02 WIB

Program Keluarga Harapan, Efektifkah Mengurangi Kemiskinan?

Pemerintah memberikan bantuan PKH Rp 1,8 juta per keluarga kepada 10 juta keluarga

William Henley, Founder IndoSterling Capital
Foto: dok pribadi
William Henley, Founder IndoSterling Capital

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: William Henley*

Nuansa liburan akhir tahun sudah hampir habis. Bukan sesuatu yang mengherankan apabila belakangan sering kali terdengar ada saudara maupun kerabat mempersiapkan diri berlibur. Entah itu ke destinasi dalam negeri maupun luar negeri.

Namun, roda pemerintahan belumlah berhenti. Tidak terkecuali kerja-kerja yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Satu catatan menarik dari kegiatan kepala  negara sepanjang Desember ini berkaitan dengan Program Keluarga Harapan (PKH).

Pertama, Presiden menghadiri sosialisasi PKH Tahun 2019 di Gelanggang Remaja Jakarta Timur, Jakarta, Senin (3/12/2018) petang. Kedua, kepala negara memberikan pengarahan dalam rangka jambore pendamping PKH di Istana Negara, Jakarta, Kamis (13/12/2018).

Dari sejumlah pesan Presiden dari kedua kegiatan itu, ada dua poin penting. Dari sisi pencairan dana, pemerintah memutuskan mempercepat pencairan dana PKH dari Februari, Mei, Agustus, dan November menjadi Januari, April, Juli, dan Oktober. Kemudian dari sisi jumlah penerima dana, presiden ingin agar 2020 jumlah penerima sesuai dengan jumlah keluarga miskin, yaitu 15,6 juta keluarga.

Lantas, bagaimana memaknai pesan-pesan kepala negara dari sisi makroekonomi?

Penanggulangan kemiskinan

PKH telah dimulai sejak masa pemerintahan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, yaitu pada 2007. Dikutip dari situs Kementerian Sosial, PKH merupakan program pemberian bantuan sosial bersyarat kepada keluarga penerima manfaat (KPM) yang ditetapkan.

Penyerahan bantuan sosial PKH diberikan kepada KPM yang ditetapkan Direktorat Jaminan Sosial Keluarga Kemensos. Berdasarkan ketentuan Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos besaran PKH per keluarga Rp 1.890.000 kepada 10 juta keluarga.

Bank Dunia dalam sebuah publikasi pun menyebut PKH sebagai program yang paling efektif mengurangi kemiskinan dan kesenjangan antarkelompok miskin. PKH juga dinilai memiliki efektivitas paling tinggi terhadap penurunan koefisien gini.

Namun, dari semua penelitian yang ada, satu fakta menarik menunjukkan PKH mampu meningkatkan konsumsi KPM. Apabila ditarik dengan kondisi terkini, maka percepatan pencairan PKH terasa penting dalam menyongsong perekonomian di tahun politik.

Korelasinya? Singkat cerita begini. Semua pihak menyadari, kondisi tahun depan masih penuh dengan ketidakpastian.

Ekonomi global masih dihadapkan pada ujung perang dagang antara AS dan Cina yang belum jelas. Begitu juga dengan potensi resesi perekonomian AS yang berpotensi mengancam perekonomian dunia. Tantangan dari AS juga ada dalam wujud rencana Bank Sentral AS menaikkan suku bunga acuan.

Ekonomi Cina sebagai mitra dagang utama berbagai negara pun telah merasakan dampak perang dagang berupa perlambatan ekonomi. Kinerja ekspor dan konsumsi rumah tangga pun terkoreksi. Dari belahan dunia lainnya, yaitu Eropa, situasi perekonomian pun setali tiga uang. Maju mundur Brexit masih membebani Benua Biru.

Fakta-fakta itu mau tidak mau akan berimbas kepada ekonomi Indonesia. Tahun depan, pemerintah dalam APBN yang ditetapkan bersama DPR Oktober lalu telah menyetujui pertumbuhan ekonomi 2019 5,3 persen atau sedikit lebih rendah dibandingkan target APBN 2018 5,4 persen.

Mengacu pada tren-tren tahun sebelumnya, mesin perekonomian belum memanas pada triwulan I. Sebagai contoh tahun ini. Ekonomi tiga bulan pertama hanya tumbuh 5,06 persen. Baru pada kuartal II dan III ekonomi tumbuh lebih tinggi dengan realisasi masing-masing 5,27 persen dan 5,17 persen.

Keputusan pemerintah mempercepat pencairan PKH dari Februari menjadi awal Januari tentu menjadi angin segar bagi pertumbuhan ekonomi dari sisi konsumsi. Gelontoran uang kepada 10 juta keluarga atau 40 juta orang akan berkontribusi positif selama dibelanjakan dengan tepat.

Seperti diketahui, konsumsi rumah tangga merupakan motor utama dari struktur produk domestik bruto (PDB) dengan persentase di atas 56 persen. Tak ayal, baik atau buruk perekonomian RI begitu bergantung kepada konsumsi. Mempercepat pencairan PKH tentu menjadi solusi pas.

Ditambah lagi, isu daya beli masyarakat masih membayang meskipun berulang kali dibantah Badan Pusat Statistik (BPS) maupun pejabat pemerintah lainnya. Hal itu dapat dilihat dari penurunan inflasi inti sebagai indikator yang sering digunakan dalam mengukur hal itu. Gelontoran dana PKH penting agar masyarakat tetap merogoh kocek mereka untuk berbelanja.

Pantau pencairan

Keinginan presiden agar percepatan pencairan PKH juga harus diikuti kesiapan satuan kerja di Kemensos. Kerja sama dengan pihak-pihak terkait seperti pemerintah daerah dan bank-bank anggota himpunan bank negara perlu ditingkatkan demi memastikan pencairan tetap waktu.

Selain itu, perbaikan data adalah keniscayaan dalam program sosial seperti PKH. Sudah menjadi rahasia umum persoalan data membuat program bantuan langsung tunai (BLT) sebagai kompensasi kenaikan BBM menuai polemik di antara masyarakat.

Sebab, ada keluarga yang nyata-nyata masuk golongan mampu, namun tetap menerima dan dari program tersebut. Padahal, BLT notabene ditujukan bagi keluarga miskin.

Begitupun PHK. Kendati telah berjalan sejak 2007, masalah demi masalah masih mewarnai program. Sebagaimana BLT, masih ada keluarga yang tidak layak menerima bantuan, tapi tetap masuk ke dalam KPM. Masalah ini masih kerap ditemukan di sejumlah daerah.

Karena itu, sinkronisasi data di tingkat pusat dan daerah mutlak dilaksanakan. Peran BPS sebagai otoritas tertinggi statistik Tanah Air perlu diperkuat. Dengan demikian, basis data terpadu (BDT) bukan sekadar stempel, melainkan terbukti hingga ke level kelurahan/desa.

Hal lain yang tak kalah penting adalah peran pendamping PKH. Pendamping memiliki tugas mulia dalam program ini. Mereka berperan dalam mengecek apakah KPM penerima PKH sudah menerima haknya. Peningkatan kapasitas pendamping perlu dilakukan, tidak terkecuali belajar ke negara-negara lain. Intinya semua demi PKH yang jauh lebih baik. Semoga.

*) Founder IndoSterling Capital

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement