Ahad 10 Jul 2016 07:22 WIB

Mudik Horor dan Swasembada Janji Jokowi

Red: M Akbar
Lalu lintas ke arah Tol Pejagan dan Brebes
Foto:

Ada pula pemudik yang terjebak berhari-hari. Gemas, kesal, haru, pilu, kecewa. Perasaan pembaca campur aduk. Lalu, bagaimana dengan pelaku yang mengalami peristiwa itu? Bagaimana dengan mereka yang berada di bus kota? Bagaimana dengan keluarga korban yang kehilangan saudaranya?

Kejadian macet terburuk itu tak hanya jadi kekecewaan nasional. Melainkan mengundang sorotan dan bully internasional. Sejumlah media asing menyoroti peristiwa itu dengan pelbagai judul yang pedas. Macet horor, macet terburuk di dunia, dan semisalnya.

Ironinya, pemerintah lepas tangan. Tak ada empati sama sekali. Boro-boro mengakui kesalahan. Alih-alih meminta maaf, memberi sumbangan dan mengundurkan diri. Padahal saat peresmian tol tersebut, Jokowi mengklaim pemudik bisa lebih cepat.

Nyatanya lebih cepat ke alam baka. Tidak ada kesiapan dan kordinasi matang. Jokowi memang senang bikin janji. Entah sudah berapa kali. Pada Maret 2014, media ramai mencitrakan: macet dan banjir mudah diatasi jika Jokowi jadi presiden.

Berharap janji Jokowi? Itu sama halnya menanti Esemka bisa mendunia. Publik menilai keahlian Jokowi hanyalah melakukan swasembada janji tanpa bukti.

Masalah sosial bahaya laten dari swasembada janji tanpa bukti dari Jokowi: masyarakat semakin terbiasa dengan orang yang ingkar janji. Apalagi janji petinggi negeri yang berulang kali. Ingkar janji sama halnya dengan penipuan. Islam mengkategorikannya sebagai golongan munafik.

Dalam hukum positif kita, di KUHP ada pasal 378, yang mengatur sanksi tersebut. Tapi penegakan hukum hanya berlaku bagi masyarakat. Untuk pejabat sangat mudah selamat. Efek dominonya kita makin mengkhawatirkan moral dan mental anak-anak bangsa yang terbiasa dengan buaian janji pejabat.

Banyak analis sampai pakar hukum menyebut, kegagalan mudik, selayaknya membuat Jokowi mundur. Bahkan, secara hukum sudah bisa dimakzulkan. Ah, tapi jangan berharap seperti itu. Tiada bedanya rezim dan parlemen. Sudah banyak kasus kegagalan, tapi saling sandera membuat rezim ini tetap berkuasa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement