Ahad 15 May 2016 15:01 WIB

Penjaga Asing Usir Nelayan di Pulau Reklamasi Jakarta

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Nur Aini
Petugas memasang papan penyegelan di gerbang Pulau C dan D Proyek Reklamasi, Jakarta Utara, Rabu (11/5). (Republika/ Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Petugas memasang papan penyegelan di gerbang Pulau C dan D Proyek Reklamasi, Jakarta Utara, Rabu (11/5). (Republika/ Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Setelah keluarnya instruksi moratorium proyek reklamasi Teluk Jakarta dari pemerintah pusat, lokasi Pulau G yang dikerjakan oleh PT Muara Wisesa Samudra (anak perusahaan Agung Podomoro Group) kini dijaga oleh orang-orang asing. Hal itu terungkap lewat kunjungan sejumlah nelayan Muara Angke ke pulau tersebut, akhir pekan ini.

Sekretaris DPW Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Jakarta, Kuat Wibisono mengatakan, ia bersama beberapa nelayan Muara Angke yang didampingi tim dari Komnas HAM sengaja menyambangi Pulau G, Jumat (13/5) lalu. Tujuan kedatangan mereka ke sana pada waktu itu adalah untuk mendokumentasikan kondisi terakhir area proyek reklamasi tersebut.

 “Namun, sesampainya kami di Pulau G, kami diusir oleh dua petugas asing berbadan tinggi kekar yang berjaga di situ. Yang satunya orang bule, sedangkan yang lainnya berkulit hitam (negro),” ujar Kuat kepada Republika.co.id, Ahad (15/5).

Ia menuturkan, tim yang terdiri dari empat nelayan Muara Angke dan tiga orang perwakilan dari Komnas HAM sempat mengambil beberapa gambar di Pulau G. Akan tetapi, setelah terjadi cekcok dengan petugas asing tersebut, rombongan akhirnya memutuskan untuk pergi dari pulau buatan tersebut.

“Kejadian itu jelas sangat ironis. Kenapa warga asing itu bisa seenaknya mengusir kami yang jelas-jelas adalah warga Indonesia di negara kami sendiri,” ujar Kuat.

 Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya telah menyegel Pulau C, D, dan G pada Rabu (11/5) lalu. Penyegelan tersebut sebagai tindak lanjut dari kebijakan moratorium pemerintah terhadap proyek reklamasi di Teluk Jakarta.

 Siti mengatakan, pembangunan pulau-pulau buatan itu dihentikan lantaran banyaknya pelanggaran yang ditemukan oleh instansinya. Di antara pelanggaran itu adalah tidak ditaatinya analisis mengenai dampak lingkungan atau Amdal oleh para pengembang dalam pelaksanaan proyek tersebut.

“Pelanggaran fisik harus diperbaiki dan amdal juga harus diubah. Dengan begitu, izin lingkungan dari Gubernur DKI harus diubah juga,” ujar Siti.

 

Baca juga: Nelayan Sebut Proyek Reklamasi Teluk Jakarta Masih Berjalan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement