Sabtu 23 Apr 2016 15:35 WIB

Korupsi di Indonesia Belum Tentu Dianggap Korupsi oleh Singapura

Rep: Qommarria Rostanti / Red: Achmad Syalaby
Buronan perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono meninggalkan gedung usai menjalani pemeriksaan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (21/4).  (Antara/Rivan Awal Lingga)
Foto: Rivan Awal Lingga
Buronan perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Samadikun Hartono meninggalkan gedung usai menjalani pemeriksaan di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (21/4). (Antara/Rivan Awal Lingga)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kesepahaman persepsi dinilai belum terjadi di kalangan negara-negara Asia Pasifik terkait tindak pidana korupsi.Hal ini terbukti dari kasus Samadikun Hartono, terpidana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). 

Samadikun dikabarkan pernah tinggal cukup lama di Singapura. Namun pemerintah Singapura tidak mengembalikan Samadikun ke Indonesia. Hal itu lantaran persepsi kedua negara tentang apa itu korupsi berbeda. 

Indonesia menganut sistem civil law, sedangkan Singapura menganut common law. "Menurut kita korupsi, menurut Singapura investasi, makanya tidak mau melepaskan orang itu karena takut investasinya hilang," ujar anggota Komisi III DPR Saiful Bahri Ruray dalam diskusi bertema 'BLBI yang Nyaris Terlupa' di Jakarta, Sabtu (23/4).

Menurut dia, Singapura berniat menjadi pusat investasi di Asia. Untuk itu, negara yang berjuluk Negeri Singa tersebut akan berbuat apa saja untuk melindungi investasi di negaranya. Tak hanya di Singapura, Saiful menyebut pelaku kejahatan transnasional juga ada yang bersembunyi di Papua Nugini, Australia, dan Cina.

Saat ini Indonesia sedang menghadapi Asymmetric Warfare atau Perang Asimetris. Perang jenis ini tidak lagi menggunakan senjata, melainkan lebih menyerang psikologi dan ideologi. Yang termasuk Perang Asimetrik ini adalah tindak pidana korupsi, narkoba, dan terorisme. Negara dengan kekuatan ekonomi besar akan menguasai dunia. "Indonesia akan dikuasai dengan cara-cara kotor ini," kata politikus Partai Golkar tersebut.

Dalam Perang Asimetris, luas wilayah suatu negara tidak menjadi patokan. Negara-negara kecil dengan aset besar berpeluang untuk menang, misalnya saja Singapura, Qatar, Hong Kong, dan Qatar.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement