REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Mudhofir Khamid mengaku prihatin melihat aksi demonstrasi pengemudi taksi yang berujung pada bentrokan dengan sesama pengemudi transportasi lainnya di beberapa titik di Ibu Kota DKI Jakarta.
"Saya melihat bahwa persaingan usaha antar korporasi telah berkembang menjadi konflik horizontal antara sesama kelas buruh, antar sesama pengemudi taksi dan angkutan umum serta pengemudi Gojek, seperti yang terjadi Selasa (22/03) lalu," ujarnya, Jumat (25/3).
Mudhofir mengingatkan pemerintah harus mengambil langkas tegas dan bijaksana dalam permasalahan ini, jangan terkesan lambat agar tidak meluas dan memakan korban yang lebih besar. Permasalahan yang terjadi, ia katakan, bukan semata-mata soal pengemudi transportasi konvensional melawan pengemudi transportasi online, bukan soal terdaftar atau tidak, bukan soal bayar pajak atau tidak, tetapi lebih besar lagi yaitu permasalahan ekonomi yang dirasakan begitu beratnya oleh kelas buruh transportasi umum di Indonesia.
"Faktanya berkata sebagian penduduk Indonesia sudah jatuh hati dengan transportasi online, dan juga berhasil menjadi mata pencarian alternatif bagi banyak orang," lanjutnya.
Tetapi di sisi lain, lanjut Mudhofir, pemerintah juga harus mendengarkan tuntutan dari pengemudi transportasi konvensional, yang nyata-nyata menjadi korban akibat persaingan usaha antarkorporasi.
Ia menambahkan, soal birokrasi dan perijinan perusahaan bukan urusan buruh, urusan soal pajak yang harus dibayar oleh perusahaan bukan tanggungjawab buruh, itu urusan perusahaan dan pemerintah. Buruh transportasi atau pengemudi, baik konvensional ataupun online, hanya berkewajiban menjalankan kewajibannya bekerja sesuai prosedur yang ada.
"Buruh jangan terjebak menjadi kaki tangan kapitalis dan korporasi, jangan mau diadu domba oleh pengusaha lewat balutan narasi soal kondisi perusahaan yang sedang sulit karena regulasi kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap pengusaha," ucapnya.