Kamis 26 Nov 2015 05:44 WIB

Pansus: RJ Lino Lakukan Kebohongan Publik Terkait Saham Pelindo di JICT

Rep: agus rahardjo/ Red: Taufik Rachman
Dirut PT Pelindo II, RJ Lino (tengah) beraudiensi saat hadir dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) bersama Komisi VI DPR RI di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (16/9).   (Republika/Rakhmawaty La'lang)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Dirut PT Pelindo II, RJ Lino (tengah) beraudiensi saat hadir dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) bersama Komisi VI DPR RI di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (16/9). (Republika/Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Panitia khusus (Pansus) Pelindo II berhasil mengungkap dugaan kebohongan publik yang dilakukan oleh Direktur Utama Pelindo II, RJ Lino. Dalam rapat pansus yang digelar Rabu (26/11) petang, terungkap kepemilikan saham PT Pelindo II tak pernah berubah seperti yang sering digembar-gemborkan RJ Lino.

Berdasarkan dokumen yang ditandatangani tanggal 7 Juli 2015 lengkap dengan surat notaris terkait komposisi direksi dan Komisaris yang baru di Jakarta International Container Terminal (JICT), saham Pelindo II tetap di posisi 48,9 persen. Bukan 51 persen seperti pernyataan Dirut Pelindo II, RJ Lino. Ketua Pansus Pelindo II, Rieke Diah Pitaloka mengungkapkan, seluruh anggota pansus dan Mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazier sempat ‘shock’ mengetahui fakta baru ini.

“Ternyata dalam surat tersebut jelas dinyatakan kepemilikan saham tidak berubah, Pelindo 48,9 persen, koperasi pegawai 0.10 persen dan Hutschinson (HPH) 51 persen,” ujar Rieke dalam keterangan persnya, Rabu (26/11) malam.

Rieke menambahkan, artinya, ada kebohongan publik yang telah dilakukan oleh Dirut PT Pelindo II, RJ Lino. Sebab, dalam pernyataannya, Lino mengatakan perpanjangan konsesi soal pengelolaan Pelindo II dengan perusahaan asal Hongkong menguntungkan Indonesia karena kepemilikan saham Pelindo menjadi mayoritas, 51 persen.

Dengan fakta yang berhasil diungkap ini, ada indikasi perampokan terhadap uang negara. Terlebih, kontrak dengan HPH diperpanjang sebelum mencapai tenggat waktu tahun 2019.

Dalam dokumen yang diserahkan Direksi PT JICT juga terungkap bahwa di kontrak perpanjangan JICT, kontrak antara Pelindo II dan HPH, yang menandatangani justru pihak Pelindo II dan JICT sebagai anak perusahaan Pelindo II. Tidak ada penandatanganan dari pihak HPH. Perpanjangan kontrak ini dinilai menjadi ilegal dan harus dinyatakan batal.

Menurut Rieke, rapat pansus yang menghadirkan Direksi JICT tersebut dinilai menguras emosi anggota pansus. Namun, dokumen yang diserahkan pihak Direksi sudah membuka sebagian tabir gelap di Pelindo II.

Rencananya, Kamis (27/11), Pansus Pelindo II akan menyampaikan fakta ini ke pimpinan DPR RI dan langsung ke Istana untuk meminta tidak ada intimidasi dan kriminalisasi bagi siapapun yang memberi keterangan di pansus Pelindo II. “Kami menuntut ada perlindungan dari negara bagi mereka,” tegas Rieke.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement