Rabu 02 Jul 2025 22:17 WIB

Tokoh Papua Sebut OPM Lakukan Pelanggaran HAM

TNI sebut tetap menjunjung tinggi prinsip hukum dan hak asasi manusia

Para pasukan Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau Kelompok Kriminal Bersenja (KKB) menggelar upacara di Lannya Jaya, Provinsi Papua Pegunungan.
Foto: Dok @WestPapua1977
Para pasukan Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau Kelompok Kriminal Bersenja (KKB) menggelar upacara di Lannya Jaya, Provinsi Papua Pegunungan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali menjadi sorotan nasional dan internasional setelah serangkaian aksi kekerasan terhadap warga sipil yang dinilai melanggar prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia (HAM). Kondisi ini menegaskan pentingnya kehadiran negara untuk melindungi masyarakat Papua dari ancaman bersenjata.

Di wilayah Pegunungan Tengah Papua, warga desa dilaporkan hidup dalam ketakutan akibat ulah kelompok bersenjata tersebut. Tokoh masyarakat setempat, Yonas Tabuni, menyampaikan bahwa OPM kerap memasuki kampung secara paksa, merampas hasil kebun, meminta logistik tanpa persetujuan, bahkan mengancam penduduk yang menolak.

“Ini jelas pelanggaran HAM yang tak bisa diterima,” ujarnya.

Tidak hanya aparat keamanan, kelompok separatis ini juga menyasar guru, tenaga kesehatan, petani, hingga anak-anak. Ketua Komisi Hak Asasi Manusia Papua, Fransiskus Kobepa, mengatakan pihaknya menerima banyak laporan terkait pemalakan, penodongan, dan penyiksaan oleh kelompok bersenjata.

“Tindakan ini jelas tidak dapat dibenarkan dalam perspektif HAM,” kata Kobepa.

Sementara itu, Komandan Satuan Tugas (Dansatgas) Media HABEMA, Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono, menegaskan bahwa TNI tetap menjunjung tinggi prinsip hukum dan hak asasi manusia dalam setiap operasi militer di Papua.

“TNI hadir bukan untuk menindas, tetapi untuk melindungi. Kami menjalankan tugas dengan profesionalisme, legalitas, dan pendekatan humanis demi menciptakan rasa aman bagi masyarakat,” jelasnya.

Menurutnya, pembangunan pos-pos militer di Papua merupakan bagian dari strategi pengamanan wilayah dan bentuk perlindungan terhadap warga sipil dari ancaman kelompok bersenjata.

“Kami tidak hanya menjaga keamanan, tetapi juga mendukung masyarakat melalui program kesehatan, pendidikan, dan pembangunan berbasis kemanusiaan,” tambahnya.

Akibat meningkatnya kekerasan oleh kelompok bersenjata, ribuan warga di Kabupaten Maybrat dilaporkan mengungsi dari kampung halaman. Data Kementerian Hukum dan HAM mencatat, sebanyak 3.208 jiwa terdampak situasi tidak kondusif dan memilih eksodus demi keselamatan.

Staf Khusus Menteri Hukum dan HAM, Thomas Harming Suwarta, mengatakan pihaknya terus memantau dan memberikan pendampingan bagi para pengungsi.

“Kami melakukan pemantauan langsung di lapangan dan berkomitmen melindungi hak-hak dasar masyarakat, khususnya mereka yang menjadi korban kekerasan kelompok bersenjata,” ujarnya.

Pelanggaran HAM oleh OPM dinilai telah melanggar prinsip hukum humaniter internasional, termasuk asas pembeda (distinction), proporsionalitas (proportionality), dan kehati-hatian (precaution) yang mengatur perlindungan warga sipil dalam situasi konflik. Beberapa tindakan mereka bahkan memenuhi unsur tindak pidana terorisme sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Pemerintah dan TNI kembali menegaskan bahwa upaya menjaga keamanan Papua merupakan bagian dari perlindungan terhadap seluruh rakyat Indonesia. Negara hadir untuk menjamin hak hidup, rasa aman, dan masa depan masyarakat Papua. Sebaliknya, kekerasan dan propaganda separatis dinilai sebagai ancaman nyata terhadap stabilitas dan hak asasi manusia di Tanah Papua.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement