Selasa 18 Aug 2015 16:44 WIB

Buku Bahasa Daerah Berisi Konten Porno Beredar di Bali

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Karta Raharja Ucu
Salah satu tujuan wisata di Pulau Bali/Ilustrasi
Foto: www,dephut.go.id
Salah satu tujuan wisata di Pulau Bali/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Siswa SMP di Singaraja, Kabupaten Buleleng secara tak sengaja menemukan buku pelajaran yang berisi kata-kata tak senonoh dalam bahasa Bali. Sampul depan buku tersebut berjudul 'Palajahan Basa Bali Mekar Wangi'.

Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olah Raga Provinsi Bali, Tjokorda Istri Agung Kusuma Wardhani mengaku akan menindaklanjuti penemuan tersebut. Koordinasi lebih lanjut diperlukan, khususnya dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng.

"Kami akan klarifikasi. Mengenai sanksi, itu merupakan hak dan wewenang Dinas Pendidikan Buleleng," ujar Kusuma Wardhani di Denpasar, Selasa (18/8).

Tetapi, Kusuma Wardhani mengatakan kejadian serupa harus diantisipasi supaya tidak terjadi lagi. Salah satu bahan evaluasinya adalah dengan menghilangkan materi menulis aksara bali untuk jenjang pendidikan sekolah dasar (SD).

Materi bahasa Bali kini wajib dipelajari mulai dari SD sampai SMA di Pulau Dewata. Kusuma Wardhani menilai materi tersebut terlalu berat untuk anak SD. Supaya pelajaran bahasa bali bisa lebih menarik, maka bisa dikemas dengan konsep bermain. Tujuannya agar siswa fasih berkomunikasi dalam bahasa daerah.

Pada halaman ke-37 buku pelajaran bahasa bali tersebut ada materi contoh kata yang disajikan dalam tiga kolom, yaitu bahasa indonesia, bahasa bali kasar atau kruna kasar, dan bahasa bali halus atau kruna andap. Ada 12 kata yang dicontohkan, namun kata-kata nomor 8-11 ternyata sangat kasar, tidak layak diajarkan pada anak, bahkan berbau pornografi.

Kelima kata itu adalah brengsek yang dalam bahasa Bali kasar berarti brengsek, jelek. Selanjutnya bungut yang artinya mulut, cicing yang artinya anjing, dakin teli yang artinya kotoran miss-V wanita, namun di buku secara terang ditulis kotoran pepek.

Buku serupa yang diterbitkan 2010 itu diduga juga beredar di wilayah Bali lainnya. Pemerintah daerah khawatir jika anak-anak didik mempraktikkan kata-kata tersebut dalam keseharian mereka, seperti saat mereka bermain atau bergaul dengan teman-teman lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement