Selasa 11 Aug 2015 13:13 WIB

Remisi Kemerdekaan Diminta tak Diberikan pada Koruptor

Rep: C07/ Red: Ilham
Sejumlah narapidana di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, Jakarta Pusat.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Sejumlah narapidana di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba, Jakarta Pusat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum, Bambang Widodo Umar menegaskan terpidana kasus korupsi dan terorisme tidak perlu diberikan remisi istimewa Dasawarsa Proklamasi Kemerdekaan.

"Jangan diberi remisi, apapun alasanya," tegas Bambang kepada ROL, Selasa (11/8).

Menurut Bambang, koruptor dan teroris adalah pelaku extra ordinary crime atau kejahatan luar biasa. Sehingga pembinaannya membutuhkan waktu yang lama dan terukur.

"Jika standar ini belum ada untuk kriteria para koruptor dan teoris, sebaiknya jangan memberikan remisi dengan penilaian subyektif," ucapnya.

Menurut dia, tujuan pemberian remisi bagus dan jangan sampai dicemari oleh tujuan politis. "Tujuan pemberian remisi dalam bidang hukum tidak bisa dicampuradukan dengan tujuan atau kebijakan di bidang politis," tutupnya.

Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) dari Kementerian Hukum dan HAM memberikan remisi istimewa kepada 118 ribu narapidana pada hari Dasawarsa Proklamasi Kemerdekaan.  Remisi tidak melihat jenis perbuatan narapidana, termasuk teroris dan koruptor. Remisi tak berlaku bagi mereka yang dihukum mati, seumur hidup, dan yang melarikan diri.

Hal tersebut berdasarkan Keppres no.120 tahun 1955 tentang Pengurangan Pidana Istimewa pada Hari Dasawarsa Proklamasi Kemerdekaan. Dalam Keppres tersebut, remisi istimewa sudah diberikan sejak tahun 1955 dan dilanjutkan pada tahun 1965, 1975 dan seterusnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement