REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Akibat terlambat dalam melengkapi persyaratan Surat Eligibilitas Peserta (SEP), orang tua pasien peserta BPJS Kesehatan di Padang, Sumatra Barat, harus menanggung hutang ratusan juta kepada RS Harapan Kita. Jika tidak bisa dibayar dalam tempo enam bulan, aset milik orang tua pasien tersebut akan disita oleh negara.
Menurut Branch Manager Dompet Dhuafa Singgalang, Musfi Yendra, pasien tersebut adalah seorang bayi bernama Khiren Humaira Islami yang lahir di Padang pada 22 Juli 2014 lalu. Anak dari pasangan Syaifuddin Islami dan Dewi Anggraini itu sejak usia 20 hari didiagnosa menderita Penyakit Jantung Bawaan (PJB) dengan tipe Ventricular Septal Defect (VSD) pada sekat bilik jantung atau jantung bocor.
Sejak lahir bayi Khiren sudah mengalami sesak napas yang menyebabkan pertumbuhan dan perkembangannya terlambat karena jantungya yang bocor. Sejak itu dia sudah sering keluar masuk rumah sakit. Mulai dari rawat jalan sampai dengan rawat inap.
"Yang rawat inap saja sudah lima kali, tiga kali di RSUP M. Djamil Padang, dan dua kali di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta," kata Musfi, Jumat (7/8).
Mengenai utang orang tua Khiren, Musfi menjelaskan berdasarkan surat tertulis yang dikirimkan ibu Khiren ,Dewi Anggraini, yang merupakan seorang dosen di Universitas Andalas, kepadanya beberapa waktu lalu.
Yakni, pada 20 Mei 2015, bayi Khiren di Operasi di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta dengan jaminan BPJS yang telah diurus secara bertingkat dari Faskel TK I (puskesmas ambacang), dan RSUP M Djamil Padang dan diteruskan dengan mendaftar di loket BPJS Harapan Kita Jakarta.
Akan tetapi keluarga bayi Khiren terlambat dalam pengurusan Surat Eligibilitas Peserta (SEP), dalam aturan 3x24 jam. "Menurut keterangan orang tuanya, keterlambatan itu bukannya disengaja, tapi mereka panik menghadapi kondisi Khiren. Sehingga semua biaya operasi dan perawatan dikategorikan oleh pihak RS Harapan Kita sebagai pasien umum dengan biaya pribadi," kata Musfi.
Kemudian, keluarga Khiren sudah berusaha menemui dan menjelaskan kronologis keterlambatan dalam pengurusan SEP kepada pihak BPJS dengan mendatangi langsung perwakilan BPJS Harapan Kita sampai dengan BPJS Regional Jakarta Barat. Tetapi, pihak BPJS tidak mau mengklaim biaya pasien Khiren.
Adapun tagihan yang harus dibayar oleh keluarga pasien Khiren adalah sebesar Rp 124, 8 juta. Pasien Khiren baru bisa ke luar dari rumah sakit pada 4 Juni 2015 dengan terlebih dahulu orang tua pasien Khiren menandatangani surat pernyataan penanggung hutang.
Pada 26 Juni 2015 datang surat peringatan pertama (SP 1) dari Rumah Sakit Harapan Kita untuk segera melunasi biaya pengobatan pasien Khiren ke rumah sakit Jantung Harapan Kita paling lambat seminggu setelah surat diterima oleh keluarga pasien Khiren. Jika tidak dilunasi maka akan dilimpahkan ke lembaga piutang Negara. Jika hingga SP 3 keluar, keluarga tak bisa membayar, maka terancam aset orang tua Khiren senilai hutang akan disita.
Menanggapi kondisi itu, Musfi mengatakan sejumlah masyarakat berinisiatif membuat gerakan membantu melunasi hutang pasien Khiren. "Mari kita bergerak bersama mengumpulkan donasi melalui Gerakan Cinta untuk Khiren. Bantuan dikumpulkan di Posko Cinta untuk Khiren di kantor Dompet Dhuafa Singgalang Jalan Juanda Juanda No 31 Pasar Pagi Padang," kata Musfi.