Sabtu 25 Jul 2015 10:07 WIB

Ahok: Gereja Jatinegara Kalau tak Dibongkar, Kami yang akan Bongkar

Rep: C11/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama mengatakan Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI) Jatinegara, Jakarta Timur memang masih menunggu dikeluarkannya surat izin pendirian rumah ibadah. Akan tetapi kalau surat izin tidak didapat maka gereja tersebut terpaksa harus dibongkar.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI sendiri memberikan pilihan untuk pihak gereja membongkar sendiri. Namun apabila gereja tidak dibongkar, maka Pemprov yang akan mengeksekusinya.

"Kami kasaih kesempatan tanggal 25 (izin). Kalau secara surat suruh dia bongkar sendiri, kalau gak baru kita yang bongkar," ujar Ahok sapaan akrab Basuki di Jakarta, Jumat (24/7).

Basuki sendiri mengungkapkan seharusnya Surat Keputusan Bersama (SKB) dua menteri tentang pendirian rumah ibadah dicabut. Sebab atas dasar peraturan tersebut, pendirian rumah ibadah menjadi bermasalah.

"Kalau ini kasus (GKPI Jatinegara) memang kita harus akui negara ini ada masalah. Bagaimana bisa SKB dua Menteri mengalahkan UUD 1945? Saya gak tau prinsipnya harus dicabut ini (SKB dua Menteri)," kata Ahok.

Adapun dalam SKB diatur mengenai keberadaan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 9 Tahun 2006/No. 8 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala atau Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.

Menurut Basuki, SKB tersebut menyulitkan sekelompok masyarakat yang ingin mendirikan rumah ibadah. Ahok mengatakan SKB tersebut juga kerap dipakai oleh sebagian orang yang tidak memiliki sikap toleransi antar umat beragama.

Sebelumnya Wali Kota Jakarta Timur, Bambang Musyawardana mengatakan GKPI Jatinegara belum mengurus perizinan sebagai rumah ibadah. GKPI dinilai sebagai rumah ibadah yang tidak resmi mengingat gedung gereja sebenarnya adalah sebuah tempat tinggal yang kemudian dialihfungsikan menjadi tempat peribadahan.

Bambang menyatakan, bahwa bangunan tempat peribadatan trsebut sudah ada sejak 1973 namun sebagai hunian atau rumah tinggal. Baru sekitar tahun 2012 mulai dibangun menjadi rumah ibadah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement