REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan proses pembangunan angkutan massal berbasis rel, Light Rail Transit (LRT) masih terkendala hasil studi proyek yang berbeda antara BUMD Jakarta Propertindo dengan BUMN PT Adhi Karya (Persero).
"Perbedaan mendasar dalam kajian itu antara lain dari harga tiket, jaminan jika proyek mangkrak hingga soal penyiapan lahan yang akan dilalui rute LRT," kata Ahok, di Kantor Kementerian BUMN Jakarta, Kamis (2/7).
Ahok menjelaskan, berdasarkan hasil kajian BUMD DKI Jakarta yaitu PT Jakarta Propertindo (Jakpro) bahwa tidak mungkin perusahaan LRT bisa untung, bisa jual tiket murah, kalau perusahaan itu harus ikut membangun jalan layangnya.
"Kalau hanya membangun sinyal dan rolling stock, maka perusahaan hanya bisa memberi subsidi tiket sekitar Rp15.000," ujarnya.
Namun di sisi lain, Adhi Karya mengakui proyek ini layak dibangun seluruhnya karena mendapat pembiayaan dari perbankan.
"Dua perusahaan ini tidak ketemu, di mana satu perusahaan yakni BUMN mengaku bangun semua feasible dan satu lagi (Jakpro) tidak. Ini lucu," ujarnya.
Ia melanjutkan, persoalan ditambah jika dibangun di atas lahan milik Pemda DKI dan ternyata dikemudian hari pinjaman Adhi Karya macet maka siapa yang tanggungjawab.
"Kalau LRT jadi dibangun lalu mangkrak, dan perusahaan bilang Pemda harus beli. Kalau kita beli tentu kita pakai appraisal, dan perusahaan minta di atas harga appraisal. bisa tidak kami bayar? ya tidak bisa. Terus kami mau bangun, tidak bisa juga. Kan konyol," tegasnya.
Ia mengatakan, untuk mencapai sebuah layanan kereta dengan tiket murah, maka trasenya yang harus membangun adalah pemerintah. Untuk itu, Ahok mendorong Jakpro dan Adhi Karya bisa saling melakukan koreksi terkait hasil masing-masing studi soal LRT.
"Saya bilang kamu berdua berdebat deh, nanti lapor sama saya. Saya juga susah karena keduanya sudah ragu-ragu mana yang benar. Perlu kepastian bila kejadian terburuk, pemda DKI tidak harus menanggung beban harus mengambil alih aset seperti kasus monorel Jakarta," ujarnya.
Menurut catatan, Pemda DKI membangun untuk rute dalam kota, sedangkan Adhi Karya yang ditugasi pemerintah bertanggungjawab membangun infrastruktur dari luar kota dengan rute seperti Cibubur-Cawang, Bekasi Timur-Cawang, Cawang-Dukuh Atas, Cibubur-Bogor.
DKI Jakarta menyambut baik ide tersebut dan langsung meresponnya dengan mengevaluasi untuk izin pemanfaatan lahan terutama untuk lokasi Depo Kereta di daerah Cibubur, Jakarta Timur.
Rencana DKI membangun LRT khusus untuk rute di dalam kota Jakarta pada 7 koridor seperti rute Kemayoran Lama-Kelapa Gading. Adapun dana untuk membangun LRT, setiap 1 koridor diproyeksikan dibutuhkan dana sekitar Rp10 triliun.