REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Kabar tak sedap menyeruak dari program pemerintah pusat, BPJS. Seorang PNS di lingkungan Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Purwakarta, Jabar, ditolak sebuah rumah sakit swasta untuk berobat. Alasannya klasik. Kamar di rumah sakit itu penuh.
Ugih Sugiharti, pasien BPJS yang ditolak itu, mengatakan, pada Rabu malam (24/6), dia menderita sakit yang luar biasa di bagian pinggang. Kemudian, dengan diantar oleh anak, Ugih datang ke rumah sakit swasta ternama di wilayah ini. Ugih sempat mendapatkan perawatan tim dokter di UGD rumah sakit itu. Dokter yang menanganinya, menyatakan Ugih menderita penyakit batu ginjal sehingga harus dirawat.
"Tetapi, saat mengurus-ngurus administrasi untuk dirawat. Saya ditolak. Dengan alasan kamar untuk pasien BPJS sudah penuh," ujarnya, kepada sejumlah media, Kamis (25/6).
Kemudian, Ugih memastikan lagi sama bagian pendaftaran tentang keberadaan kamarnya. Akan tetapi, petugas tetap bilang kamar untuk pasien BPJS sudah penuh. Lalu, dia tanyakan lagi apakah ada kamar VIP dengan biaya tambahan. Jawabannya, sangat mengejutkan. Kamar VIP masih ada yang kosong.
Ia mengaku sangat emosi saat mengetahui hal tersebut. Meksipun saat itu ia tengah kesakitan karena penyakit batu ginjalnya.
Ugih sangat kecewa dengan pelayanan rumah sakit swasta itu. Padahal, dia merupakan peserta BPJS kelas satu. Tapi, tetap masih ditolak oleh rumah sakit. Bagaimana dengan pasien BPJS dari kalangan masyarakat miskin. Pasti, pelayanannya lebih menyakitkan lagi.
Ia pun memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Kemudian, anaknya yang bernama Gina Aprilia melaporkan kejadian yang dialami ibunya tersebut kepada Bupati Purwakarta pada pukul 23.00 WIB.
"Anak saya Gina Aprilia lapor melalui twitternya @ginaApriilia ngetwit ke twitternya Pak Dedi bupati Purwakarta dan dibalas. Tengah malam itu juga pak bupati kirim ambulans ke rumah saya untuk dijemput dan saya dibawa ke RSUD Bayu Asih," ujarnya.
Sementara itu, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengaku sangat kecewa dengan pelayanan rumah sakit itu. Seharusnya, rumah sakit, baik milik swasta maupun pemerintah lebih memprioritaskan pelayanannya. Terutama, pada pasien-pasien dengan sakit yang sangat urgen.
"Kasihan warga kita yang sakit meskipun punya kartu sakti BPJS, mereka tetap ditolak," ujarnya.