REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti mengatakan DPR secara umum dipahami sebagai lembaga yang memiliki fungsi utama untuk mengawasi dan membuat regulasi. Dan menurutnya, aneh jika DPR yang memiliki fungsi demikian, ikut mematok uang negara melalui dana aspirasi untuk tujuan-tujuan yang bersifat politis.
"Oleh karena itu, hak budgeting (DPR) itu juga semestinya dilihat sebagai bagian dari pengawasan. Maka aneh jika pengawas penggunaan dan pengalokasian dana negara, turut serta mematok uang negara untuk tujuan-tujuan politisnya," jelas Ray, Sabtu (13/6).
Ia menilai, dana aspirasi yang diajukan DPR, akan menimbulkan kekacauan tugas dan fungsi utama DPR. "Dari fungsi pengawasan dan regulasi, menjadi aktor penguasa alokasi dana negara di daerahnya," ucapnya.
Dengan begitu, Ray menganggap politisi Indonesia akan tetap dianggap menjadi politikus jika bisa membawa uang. Politisi yang bekerja bukan atas dasar politik, tapi atas dasar uang disebar di daerahnya.
Sebelumnya, DPR kembali memunculkan rencana untuk membagikan dana aspirasi pada masing-masing anggotanya. Dana yang diajukan menembus angka Rp 11,2 triliun per tahun, atau Rp 15 miliar hingga Rp 20 miliar per anggota.