REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Mantan menteri badan usaha milik negara (BUMN) Dahlan Iskan ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta. Dahlan diduga terlibat korupsi gardu induk Unit Induk Pembangkit dan Jaringan Jawa Bali dan Nusa Tenggara PT PLN Persero tahun anggaran 2011-2013.
Banyak yang menduga, Dahlan akan menggunakan Jawa Pos, perusahaan surat kabar miliknya untuk menjadi corong dalam menghadi kasus tersebut. Ternyata, mantan dirut PLN tersebut tidak mau menggunakan keistimewaan itu. Dia memilih untuk menggunakan laman khusus, 'Gardudahlan.com' sebagai juru bicaranya.
"Saya akan menjadi beban bagi Jawa Pos Group kalau saya tidak berubah. Maka untuk 'corong pribadi' itu saya meluncurkan ini: gardudahlan.com," tulis Dahlan.
Dia pun berjanji, tidak akan melayani permintaan wawancara media. Bahkan, hal itu dilakukannya kepada wartawan Jawa Pos. "Saya akan selalu menyalurkan keterangan saya melalui gardudahlan itu. Saya tidak akan memberikan wawancara pers. Termasuk tidak akan memberikan wawancara kepada Jawa Pos Group." Berikut klarifikasi Dahlan:
SOAL CORONG
Mungkin ada yang mengira saya akan minta Jawa Pos Group untuk menjadi corong saya dalam menghadapi perkara gardu induk PLN di mana saya sudah ditetapkan menjadi tersangka.
Mohon doa restu, agar saya tidak begitu.
Pertama, saya sudah lama bukan lagi pimpinan Jawa Pos Group. Sejak saya sakit delapan tahun lalu. Memang saya memiliki saham di situ, tapi dalam perusahaan modern pemegang saham dan manajemen harus terpisah.
Kedua, Jawa Pos Group biarlah menjadi corong bagi siapa saja. Jangan menjadi corong saya. Kami belajar dari pengalaman masa lalu yang ternyata hal seperti itu kurang baik. Mungkin tidak akan berjalan ideal, tapi kami menyadari bahwa kini masyarakat sudah sangat cerdas dan sangat kritis.
Masyarakat selalu menilai media itu seperti apa.
Ketiga, toh sudah ada internet. Opini-opini pribadi, kepentingan-kepentingan pribadi, aspirasi pribadi bisa disalurkan melalui media on-line. Tanpa harus mengganggu media publik yang seharusnya menjadi milik publik.
Sudah banyak tokoh yang memilih dan melakukan cara ini. Terutama bagi para tokoh yang merasa aspirasinya tidak tertampung di media publik.
***
Saya akan menjadi beban bagi Jawa Pos Group kalau saya tidak berubah. Maka untuk “corong pribadi” itu saya meluncurkan ini: gardudahlan.com.
Saya akan selalu menyalurkan keterangan saya melalui gardudahlan itu. Saya tidak akan memberikan wawancara pers. Termasuk tidak akan memberikan wawancara kepada Jawa Pos Group. Saya tidak ingin banyak pihak salah paham karena keterangan saya yang kurang pas. Tapi saya tidak akan melarang media untuk mengutip keterangan saya di gardudahlan itu.
Saya tidak punya juru bicara. Kelihatannya gardudahlan yang akan jadi juru bicara saya.
***
Khusus untuk status tersangka saya ini, saya belum menunjuk pengacara. Saya memang banyak dibantu Bapak Peter Talaway SH, termasuk saat saya masih berada di Amerika Serikat selama tiga bulan lalu. Pengacara Surabaya itu sudah lama membantu saya di beberapa persoalan. Saya berterima kasih kepada beliau.
***
Saya tidak akan menggunakan gardudahlan untuk menyerang, memaki, memfitnah dan memojokkan siapa pun. Saya hanya akan menggunakannya untuk menjelaskan duduk persoalan. Tentu subyektif, hanya dari sudut saya.
Mungkin, juga tidak tiap hari saya meluncurkan penjelasan. Tapi saya usahakan agak sering. Dengan cara memotong-motong penjelasan. Rumitnya persoalan biasanya hanya bisa dijelaskan melalui cerita yang panjang. Tapi saya usahakan pendek-pendek. Hanya mungkin perlu beberapa edisi.
***
Saya sebenarnya lebih senang kalau gardudahlan itu bersifat interaktif. Tapi dari pengalaman saya di twitter, banyak sekali serangan yang tidak mungkin bisa saya klarifikasi.
Mengapa? Karena serangan itu dilakukan oleh mesin.
Dalam hal itu saya bukan menghadapi manusia. Saya mencoba beberapa kali memberikan penjelasan, tapi sia-sia. Baru belakangan saya tahu, dan saya tertawa-tawa, bahwa ternyata saya itu memberikan penjelasan kepada mesin. Sia-sia.
Di dunia twitter itu ternyata kita bisa menyerang seseorang dengan cara meminta mesin untuk melakukannya. Tinggal order saja: serangan itu mau dilakukan berapa kali sehari dan untuk berapa hari atau berapa bulan. Topiknya sama. Kalimatnya sama. Isinya sama.
***
Jangan berharap saya gegap-gempita di gardudahlan ini.
Biasa saja.