REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara, Asep Warlan Yusuf mengatakan selama Sabda Raja yang dikeluarkan Sri Sultan Hamengku Buwono X tidak mempengaruhi Pemerintahy Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), pemerintah pusat tak perlu merevisi Undang-Undang Keistimewaan (UUK).
Sebab, Sabda Raja yang dikeluarkan Sultan HB X menurutnya lebih kepada persoalan kultural Kasultanan Ngayogyakarta dan tidak bisa dilihat dari sisi yuridis saja.
"Ini kan hanya perubahan kultural, jadi tidak masalah. Tidak perlu mengubah UU, memang tidak bisa diselesaikan secara hukum," katanya, Jumat (8/5).
Asep melanjutkan, saat Sri Sultan mengeluarkan Sabda Raja harus dipisahkan antara sebagai Raja dan juga gubernur DIY. Menurutnya, posisi Sultan bukan hanya dilihat dari posisi hukum saja.
"Misalnya gelar Khalifatullah itu ada atau tidak hubungannya dengan pemerintahan atau kewenangan-kewenangan gubernur? Kalau tidak berkaitan dengan tugas dan tanggungjawab gubernur tidak usah dipermasalahkan," ujarnya.
"Tapi beliau ini simbolik dari sejarah, kultur dan politik. Jadi kalau beliau ini ada dalam posisi hukum mungkin bertentangan UU. tapi kalau didekati dari aspek historis dan kultural tergantung orang yang memahami dan menyepakati itu. Jadi memang unik. Kalau yang lain tidak ada masalah," jelasnya.
Ia juga menilai, posisi Pemerintah dalam menyikapi persoalan Sabda Raja sudah benar yakni secara normatif dan menyerahkan kepada internal Kasultanan.
"Saya setuju Mendagri yang menghormati sisi hukumnya bukan yang lainnya, itu bagus, Mendagri tidak akan ke kerajaannya tapi ke gubernur aja, pemerintah sudah betul, sebagai pelaksana UU, bukan ke sistem kerajaan," ujarnya.
Sebelumnya Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menekankan pemerintah dalam hal ini Kemendagri tidak akan mencampuri internal Kesultanan Yogyakarta.
Sabda Raja juga tidak perlu mendapat persetujuan Kemendagri. Pasalnya, persoalan Sabda Raja tidak berkaitan dengan posisi Yogyakarta sebagai Pemerintah Daerah.
"Itu internal keraton, pada prinsipnya Kemendagri tidak ikut campur kesitu," katanya.
Tjahjo melalui Kapuspen Kemendagri Dodi Riyadmadji juga berpesan agar permasalahan itu bisa diselesaikan dalam internal keraton.
"Pesan Mendagri dengan menghadapnya adik-adik sultan ke Kemendagri ya diselesaikan pertentangan itu di keraton, pada saatnya pemerintah akan turun tangan, tetapi sementara ini terkait soal kerajaan ya diatur dulu oleh raja dan keluarganya," jelasnya.