REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Adik-adik Sultan Hamengku Buwono X (HB) tetap menyatakan tidak setuju dengan Sabda Raja dan Dhawuh Raja, meski Sultan HB telah memberikan penjelasan di balik keluarnya dua hal tersebut.
11 adik Sultan HB X akan menyiapkan pernyataan sikap, karena menilai Sabda Raja yang dikeluarkan cacat hukum dan batal demi hukum karena tak sesuai dengan paugeran (Aturan baku di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat).
"Pernyataan sikap tersebut sudah disiapkan sejak Jum’at (8/5) malam lalu. Namun karena salah satu pangeran belum bisa ditemui, pernyataab sikap tersebut belum di sampaikan," kata GBPH Yudhaningrat.
11 adik Sultan HB X yang memberikan pernyataan sikap merupakan putra dalem Sultan Hamengku Buwono IX yang berasal dari empat ibu yakni dari KRAy. Windyaningrum adalah KGPH. Hadiwinoto, dari KRAy Pintoko Purnomo adalah GBPH Hadisuryo.
Kemudian dari KRAy. Hastungkoro adalah GBPH Prabukusumo, GBPH. Yudhaningrat, GBPH. Condrodinigrat,
Sedangkan dari Ciptomurti adalah GBPH.Pakuningrat, GBPH. Cakraningrat, GBPH.Suryodiningrat, GBPH.Suryodiningrat, GBPH. Suryometaram, GBPH. Hadinegoro dan GBPH. Suryonegoro.
Menurut Gusti Yudha (panggilan akrab GBPH Yudhaningrat), sudah disepakati KGPH Hadiwinoto yang akan mewakili para pangeran untuk menyampaikan kepada diserahkan kepada KGPH Hadiwinoto kepada Sultan HB X.
"Suratnya sudah dibawa oleh Kamas (kakak) Hadiwinoto," ucapnya.
Selanjutnya Gusti Yudho mengatakan meskipun isi materi pernyataan sikap para pangeran untuk kalangan internal keluarga, namun ada sedikit hal yang dirasa perlu diketahui publik. Karena apa yang diucapkan HB X adalah hal-hal yang cacat hukum sekaligus batal demi hukum, karena sudah keluar dari rel.
Ia menjelaskan pengangkatan GKR Pembayun menjadi GKR Mangkubumi dikhawatirkan akan memutus silsilah Hamengku Buwono. Karena silsilah ini sudah terjaga sejak ratusan tahun lalu. Jika perubahan gelar dan perubahan silsilah dari keturunan bukan laki-laki, maka silsilah tersebut akan terputus dan hilang.
"Ini bahaya bagi silsilahnya. Silsilahnya akan menurunkan putra-putra GKR Mangkubumi, silsilah Hamengku Buwono akan hilang. Sebab kita ini kan patriarki bukan matriarki," ujarnya.
Sementara Gusti Prabu (panggilan akrab GBPH Prabukusumo) mengatakan, ia beserta kakak-kakak dan adik-adiknya ingin menegakkan paugeran.
"Kami beserta Kamas-kamas (kakak-kakak) dan rayi-rayi (adik-adik) itu ingin njejegake jejege paugeran. Dudu njejegake kekarepan sing bakal kena bebendu (meluruskan tegaknya atauran, bukan menegakkan keinginan yang bakal terkena bencana)," jelasnya.
Hal senada dikemukakan Gusti Prabu,dalam wangsa/ dinasti HB I sampai HB X, tahta diturunkan kepada pewaris tahta laki-laki dan tidak harus anak pertama, misalnya HB II pernah diganti HB III (anak HB II) maka disebut Sultan Sepuh.
Selanjutnya waktu HB VII turun tahta, penggantinya sampai empat kali baru jadi, karena ketiganya meninggal dan semuanya laki-laki dan harus sudah berkeluarga. Sejak tahun 1755 hingga kini yang menjadi Raja di Yogyakarta dan Solo selalu laki-laki dan ini merupakan paugeran.
"Setahu saya yang namanya pangeran itu kakung (red. laki-laki). Kalau ada pangeran puteri terus bagaimana?" kata Gusti Prabu mempertanyakan.