Sabtu 21 Mar 2015 13:11 WIB

Pengamat: Soal Pengelolaan Anggaran, SBY Lebih Baik Dibanding Jokowi

Rep: C84/ Red: Bayu Hermawan
Fachry Ali
Fachry Ali

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat ekonomi dan politik, Fachry Ali menilai kebijakan pengelolaan anggaran pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono setingkat lebih baik dibandingkan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla saat ini.

Menurutnya SBY-Boediono dianggap lebih konservatif serta sangat berhati-hati dan penuh pertimbangan terhadap inflasi. "Pemerintahan SBY jauh lebih berhati-hati dalam politik anggaran dengan belanja dan target penerimaan negara yang relatif kurang," katanya, Sabtu (21/3).

Ia melanjutkan, penunjukan Chatib Basri yang merupakan ekonom konservatif sebagai Menteri Keuangan memperlihatkan keinginan SBY untuk menciptakan kestabilan. Berbeda dengan kepemimpinan Jokowi yang ia pandang terlihat lebih ambisius dalam pembangunan ekonomi.

Pendiri Lembaga Studi dan Pengembangan Etika Usaha Indonesia itu juga menyatakan Jokowi tampak memiliki keinginan bahwa Indonesia memiliki kemampuan logistik lebih dari negara lain.

"Bank Dunia mempertanyakan efektiftias pembangunan infrastruktur yang dinilai sangat ambisius dan dikaitkan denga rupiah yang terdepresiasi," ujarnya.

Meski demikian, ia mengatakan Jokowi tidak pernah surut akan gagasannya ini jika melihat dari target penerimaan pajak negara yang ditingkatkan dua kali lipat dari jaman SBY. Selain itu menurutnya, pemerintahan Jokowi juga memberikan tempat lebih sedikit kepada sektor swasta.

Padahal sejatinya, swasta pun memiliki peranan penting dalam mewujudkan pembangunan ekonomi. Ia meminta pemerintahan Jokowi lebih memperhatikan dampak inflasi atas sejumlah kebijakan yang diambil.

"Defisit neraca transaksi berjalan itu harus kita anggap sebagai personal tendency," ucapnya.

Menurutnya ambisi Jokowi tercermin dalam APBN yang ia nilai lebih bersifat politis. Oleh karena itu, ia menambahkan Bank central sebagai otoritas moneter perlu membuat kebijakan-kebijakan yang sama semisal dengan menurunkan suku bunga acuan BI sehingga dana dapat mengalir ke tengah-tengah masyarakat.

"Sampai dengan bulan kemarin, BI mulai menyesuaikan diri dan implikasinya cukup besar dari aspek depresiasi rupiah," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement