REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Pengamat politik dari Universitas Nusa Cendana Kupang, Rudy Rohi berpendapat, meskipun pemerintah menggelontorkan uang Rp 1 triliun untuk partai politik, belum tentu watak parpol akan berubah dan kadernya berhenti mengorupsi uang negara.
"Lebih baik uang yang banyak tersebut dipakai untuk pendidikan politik bagi masyarakat, agar rakyat bisa berpolitik dengan baik. Sebab bantuan Rp1 triliun tidak akan menjamin sebuah parpol akan bebas dari korupsi," kata Rudy ketika ditemui di Kupang, Kamis (12/3).
Menurutnya, hal utama yang harus dilakukan oleh sebuah parpol tersebut adalah bagaimana mendisiplinkan sebuah parpol terkait dengan kaderisasi dan rekruitmen. Selama ini menurut Rudy, yang membuat sebuah parpol tidak berjalan dengan baik dan kader-kadernya korupsi karena kurangnya rekrutmen serta kaderisasi anggota yang berkompeten.
"Partai politik selama ini hanya hidup saat pemilu, saat pemilihan kepala daerah, tidak mempunyai iuran yang jelas. Sehingga pada saat menjadi anggota dewan mereka tidak bisa berbuat banyak, hanl yang dilakukan hanyalah mengambil uang negara," tuturnya.
Namun menurut pria yang juga merupakan staf pengajar di Fakultas Ilmu sosial dan politik di Undana tersebut, jika wacana tersebut sampai dijalankan, maka harus ada regulasi yang jelas dari pemerintah yang menjamin parpol dapat bekerja secara optimal dan sesuai dengan harapan masyarakat.
"Jika wacana tersebut sampai berjalan maka, sebuah partai politik harus diberikan target dengan rencana kerja satu, dua, dan lima tahun. Serta setiap tahun harus diaudit apakah sebuah parpol telah mencapai sasarannya atau belum, kalau belum maka harus dikenakan sanksi," tegasnya.
Audit yang dilakukan sifatnya bukan secara prosedural. Namun, harus melekat dan subtantif yang artinya, bukan hanya dengan memeriksa berkas-berkas yang diaudit oleh parpol. Tetapi harus ada survei lapangan sehingga ditemukan apakah sebuah parpol itu benar-benar mempunyai kinerja yang baik atau tidak.