Kamis 05 Mar 2015 03:20 WIB

Komnas Perempuan Desak Pemerintah Lebih Perjuangkan TKI

Rep: C15/ Red: Yudha Manggala P Putra
 Seorang pekerja migran membawa foto pekerja asal Indonesia Erwiana Sulistyaningsih, saat berunjuk rasa di luar gedung Konsulat Indonesia di Hong Kong, Kamis (16/1).  (AP/Kin Cheung)
Seorang pekerja migran membawa foto pekerja asal Indonesia Erwiana Sulistyaningsih, saat berunjuk rasa di luar gedung Konsulat Indonesia di Hong Kong, Kamis (16/1). (AP/Kin Cheung)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Anti Kekerasan Perempuan (Komnas Perempuan) mendesak pemerintah lebih memperhatikan nasib TKI di Luar Negeri. Kasus Erwiana merupakan langkah baru bagi buruh migran di luar negeri, pemerintah diminta peka terhadap kasus ini.

Komnas Perempuan menilai, apa yang terjadi pada Erwiana merupakan pukulan telak bagi pemerintah, juga merupakan kebanggan bagi buruh migran Indonesia atas kekuatannya membela hak-haknya. Komnas menyebut, melalui kasus Erwiana pemerintah harus semakin mendukung adanya pembebasan hak buruh migran yang selama ini masih kerap terkungkung oleh keadaan.

"Ini merupakan tonggak penting untuk memutus impunitas pelaku kekerasan dan eksploitasi yang dialami buruh migran Indonesia, pemerintah harus terus fokus dalam memperjuangkan hak-hak para buruh migran ini," ujar Komisioner Komnas Perempuan, Yuniyanti Chuzaifah, Kamis (4/3).

Praktik perbudakan dan kondisi kerja tidak layak merupakan kerentanan yang dialami oleh PRT. Erwiana merupakan satu dari sekian banyak PRT yang mengalami kekerasan dan eksploitasi. Kerentanan PRT serupa yang dialami oleh Erwiana, terjadi juga di dalam dan di luar negeri. Di Indonesia, contoh kasus yang sangat nyata adalah kasus perbudakan dan eksploitasi hingga mengakibatkan kematian dan hilangnya sejumlah PRT di Medan serta kasus penyekapan PRT di Bogor, Bintaro dan Tangerang Selatan.

Karena kenyataan tersebut maka, Komnas Perempuan mendesak pemerintah Indonesia untuk tidak ragu menempuh jalur hukum saat mendampingi para buruh migran yang menghadapi masalah. Pemerintah harus bisa bersikap intensif dan optimal, sehingga mampu memberikan efek jera bagi para majikan dan agen yang kerap melakukan kekerasan dan eksploitasi.

Kedua, mendesak aparat penegak hukum untuk memberikan perhatian pada kerentanan para pembantu rumahtangga (PRT) dalam setiap penilaian dan keputusan hukum dengan menggunakan standar penanganan yang optimal.

Ketiga, Komnas Perempuan meminta DPR RI dan Pemerintah untuk lebih cepat dan serius mengakui PRT sebagai pekerja dan memberikan standar kerja layak melalui Ratifikasi Konvensi ILO 189 tentang kerja layak bagi PRT. Selain itu, RUU Perlindungan PRT harus segera masuk dalam legislasi nasional sebagai wujud kepedulian Dewan pada PRT.

Keempat, mendorong organisasi PRT dan Buruh Migran untuk memastikan negara dapat menciptakan kondisi yang kondusif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement