REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Bus sekolah milik Pemkot Malang, Jawa Timur, yang sedianya mulai mengantar dan menjemput siswa-siswi di wilayah itu, gagal beroperasi karena berbagai alasan, salah satunya penolakan dari sopir angkutan kota.
"Pengoperasian bus sekolah ini seharusnya mulai hari ini, namun karena berbagai hal terpaksa harus kita tunda dulu. Penundaannya sampai kapan, kami juga belum tahu pasti, harapan kami ya secepatnya bisa dioperasikan, paling tidak sepekan ke depan," kata Wali Kota Malang Moch Anton di Malang, Senin (5/1).
Dia mengakui tertundanya pengoperasian bus sekolah tersebut disebabkan sejumlah unsur yang belum siap, di antaranya adanya penolakan peguyuban sopir angkot maupun organisasi gabungan angkutan darat (Organda) di daerah itu.
Menurut politikus dari PKB tersebut, penolakan dari sopir angkot juga telah diakomodasi, pembahasan bersama sopir angkot mulai ada titik temu, sehingga bus sekolah bisa dioperasikan secepatnya tanpa menemui kendala, termasuk kendala lain di luar penolakan sopir angkot dan organda.
"Dalam pertemuan dengan peguyuban sopir angkot maupun organda akhir pekan lalu, kami juga minta jalur angkot yang tidak dilalui bus sekolah tidak perlu memperkeruh suasana dengan ikut-ikutan menolak," ujarnya.
Penolakan pengoperasian bus sekolah oleh organda maupun peguyuban sopir angkot tersebut karena adanya kekhawatiran keberdaan bus sekolah itu akan mengancam angkot, sebab jumlah penumpang angkot selama ini sebagian besar, bahkan mencapai 70 persen adalah pelajar. Jika ada bus sekolah, otomatis akan mengurangi penumpang pelajar.
Bus sekolah sebanyak enam unit tersebut, telah diluncurkan pada 29 Desember 2014 dan rencananya mulai beroperasi secara resmi pada Senin, namun karena ada penolakan dari sopir angkot dan organda, pengoperasiannya ditunda.
Pengadaan bus sekolah tersebut dari dana APBD 2014 sebesar Rp 4,9 miliar untuk lima unit, sedangkan satu unit lainnya merupakan sumbangan (CSR) dari salah seorang pengusaha asal Kota Malang yang sukses di Jakarta. Siswa-siswi yang naik bus sekolah tersebut, tanpa dipungut biaya alias gratis.
Sebanyak enam bus sekolah tersebut dibagi per zona atau setiap kecamatan dilayani satu bus dengan rute tertentu dan "finish" di Balai Kota Malang.