REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesian Corruption Watch (ICW) menyayangkan terpilihnya Setya Novanto sebagai ketua DPR RI periode 2014-2019. ICW menilai politisi Golkar itu kerap kali tersandung dalam kasus korupsi dan tak pernah tuntas pengusutan hukumnya.
Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Emerson Yuntho, menyebutkan Setya pernah diduga pernah menjadi tersangka perkara korupsi skandal cessie Bank Bali senilai Rp 546 miliar.
"Bahkan sampai sekarang status hukumnya masih belum jelas, belum ada pernyataan dari Kejaksaan Agung," ungkapnya, kepada Wartawan di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (2/10).
Ia menambahkan, Kejaksaan Agung hanya memproses Joko Tjandra hingga ke pengadilan. Untuk status Setya, ICW menilai, tak ada kejelasan yang terbuka. ''Selain kasus Bank Bali, Ketua DPR terpilih itu juga diduga terlibat dalam penyelundupan beras impor dari Vietnam sebanyak 60 ribu ton, pada 2010,'' ucapnya.
Mantan Wakil Bendahara Partai Demokrat, Nazaruddin, juga menyebutkan adanya keterlibatan Setya dalam proyek E KTP di Kementerian Dalam Negeri.
"Nama Setya disebut pula dalam perkara korupsi proyek pembangunan lapangan menembak PON Riau 2012, yang melibatkan Mantan Gubernur Riau, Rusli Zainal," jelas Emerson.
Dalam putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Riau dan Pengadilan Tinggi (PT) Pekan Baru, Rusli terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
Ia diduga menerima suap dalam Pengurusan revisi Peraturan Daerah (Perda) sebesar Rp 500 juta, lalu memberi suap kepada anggota DPRD Riau, serta memerintahkan mantan Kadispora Riau Lukman Abbas, memberikan suap Rp 9 miliar kepada anggota DPR Setya Novanto dan Kahar Muzakir.
Menurut Emerson, sosok yang tersandera berbagai kasus korupsi seperti Setya Novanto dapat memperburuk citra DPR. Ia mengatakan, selama ini DPR sudah dipandang sebagai lembaga terkorup di Indonesia, bahkan dalam 10 tahun terakhir, lebih dari 30 anggota DPR terlibat kasus korupsi.