REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kuasa Hukum presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla, Sira Prayuna, mengatakan permohonan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang diajukan Tim Prabowo-Hatta bersifat delusi, asumtif dan imaginasif pemohon. Sebab, tidak didukung oleh fakta dan data yang akurat.
Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), kata Sira, menyatakan untuk setiap dalil permohonan yang dirumuskan di dalam posita (dasar atau alasan sebuah tuntutan) harus dicantumkan P-1, P-2, P-3 dan seterusnya. Menurut Sira, dua hal yang diajukan pemohon yakni soal rekaputilasi hasil penghitungan suara dan elektoral proses terlalu digeneralisasi.
Soal elektoral proses, Prabowo menuduh ada kecurangan terstruktur, sistematis dan masif (TSM). Padahal, lanjutnya, TSM itu harus jelas, kapan, dimana bagaimana bentuknya, apakah mempengaruhi hasil, dan apakah mempengaruhi persepsi pemilih.
"Itu kan tidak bisa men-generalisasi TSM. Nah ketika tadi diberikan masukan oleh Majelis Hakim semakin jelas, semakin tegas baik secara formil maupun materiil justru permohonan ini mengandung kelemahan luar biasa, itu kan tergambar," kata Sira kepada wartawan seusai sidang perdana PHPU di MK, Rabu (6/8).
Menurut Sira, strategi pemohon mencoba menkonstruksi peristiwa pada pendekatan kualitatif. Tetapi yang dimohonkan kuantitatif jumlah suara yang benar menurut versi Prabowo-Hatta. Berdasarkan pengalaman Sira di MK kalau bicara kualitatif berhubungan dengan elektoral proses. Elektoral proses terletak pada tahapan pemilu mulai dari pendaftaran, penetapan capres-cawapres, kampanye, pemungutan suara dan penghitungan suara. "Kalau di dalam elektoral proses terbukti, tidak perlu untuk membuktikan hasil, kalau ini terbukti, (keputusan KPU) terbantahkan," ujarnya.
Selain itu, dari posita 33 provinsi yang diminta, petitumnya (tuntutan) hanya delapan. Menurutnya, hal itu tidak berkorelasi. Sebab, orang yang mendalilkan sesuatu pasti akan meminta sesuatu, yakni apakah pemungutan suara ulang (PSU) atau penghitungan suara ulang. Majelis Hakim MK juga telah mengkualifikasi dasar dari PSU dan dasar dari penghitungan suara ulang. "Tidak bisa digeneralisasi. Ada dua pintu yang berbeda," tegasnya.