REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR-- Bali meraup devisa sebesar 6,36 juta dolar AS dari ekspor pakaian jadi bukan rajutan selama Februari 2014, menurun 4,83 persen dibanding bulan sebelumnya yang tercatat 6,67 juta dolar AS.
"Kondisi itu juga merosot 6,09 persen jika dibandingkan dengan perolehan bulan yang sama tahun sebelumnya yang menghasilkan 9,97 juta dolar AS," kata Kepala Biro Humas Pemerintah Provinsi Bali, I Ketut Teneng di Denpasar, Jumat.
Ia mengatakan, matadagangan pakaian jadi itu mampu memberikan sumbangan sebesar 15,79 persen dari total ekspor Bali sebesar 40,30 juta dolar AS selama Februari 2014. Hasil kreativitas pekerja skala rumah tangga maupun perusahaan skala kecil di Pulau Dewata yang menembus pasaran luar negeri itu antara lain berupa pakaian jadi (busana) yang cukup diminati konsumen mancanegara.
Aneka jenis pakaian itu dirancang dengan disain yang unik dan menarik, termasuk dipadukan dengan manik-manik, sehingga mempunyai ciri khas sebagai daya tarik tersendiri. Ketut Teneng menjelaskan, pakaian untuk semua umur, baik pria dan wanita itu paling banyak diserap pasaran Amerika Serikat yang mencapai 18,23 persen dan Jepang 4,48 persen dan Singapura 6,85 persen.
Selain itu, juga pasaran Australia 11,66 persen, Prancis 13,01 persen, Hong Kong 0,66 persen, Spanyol 4,15 persen, Italia 7,47 persen, Belanda 1,25 persen, Jerman 2,24 persen dan 29,95 persen sisanya diserap berbagai negara di belahan dunia.
Seorang pengusaha eksportir Bali, Ni Nyoman Sukerti dalam kesempatan terpisah menjelaskan, realisasi perdagangan ekspor pakaian jadi hasil sentuhan tangan-tangan gerampil kerajin Bali kini tidak secerah belasan tahun silam, namun tetap ada saja yang dikapalkan ke pasaran ekspor terutama ke Amerika Serikat.
Perdagangan pakaian jadi sekarang tidak lagi yang terbesar, melorot dari peringkat pertama menjadi keurutan ketiga setelah kerajinan kayu dan ikan termasuk udang. Dengan demikian banyak pengusaha pakaian di Pulau Dewata sekarang tidak lagi terlalu bergairah, mengingat pangsa pasar yang semakin berkurang, disamping adanya persaingan ketat dari negara tetangga serta kondisi ekonomi konsumen belum pulih benar.
Pengusaha pakaian di Bali kini banyak berpaling dengan merebut pangsa pasar lokal hanya untuk bisa bertahan hidup. Hal itu sebagai akibat banyak pengusaha garmen di Bali adalah orang asing yang bekerja sama dengan rekan bisnisnya dengan menguasai pangsa pasar yang ada di negaranya, sehingga pengusaha lokal sedikit berkurang melakukan produksi untuk ekspor, ujarnya.