REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- RUU Perlindungan Pembantu Rumah Tangga (PRT) yang tengah dibahas di Baleg DPR dinilai dapat merusak tatanan kekerabatan yang telah mengakar di masyarakat Indonesia.
"Akan mendestruksi sistem sosial dan nilai-nilai kultural yang tumbuh sejak republik ini ada," kata anggota Baleg Nurul Arifin di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (5/6).
RUU ini, kata Nurul, seharusnya bukan ditujukan kepada rumah tangga yang mempekerjakan PRT. Melainkan lebih untuk penyedia jasa pekerja rumah tangga.
"Saya berharap Indonesia tetap berpijak pada nilai dan tradisi masyarakat kita, kegotongroyongan. Bukan tradisi liberal yang menitikberatkan pada materialisme," kata anggota Komisi I DPR tersebut.
Wasekjen Partai Golkar itu menambahkan, alih-alih ingin melindungi PRT, justru RUU ini akan menceraikan-beraikan tradisi kekerabatan itu. Karena PRT bukan bekerja seperti buruh industri yang hanya mengandalkan tenaga, pikiran dan keahlian.
"Lebih dari itu, mereka adalah pekerja yang akan masuk dalam rumah kita, keluarga kita, dan menjadi bagian dari keluarga kita. Jangan semua filsafat dasar bangsa ini hancur karena pikiran dan nurani kita yang individualistis dan diracuni filsafat materialisme," katanya.
Lagipula, sambungnya, sudah ada undang-undang yang mengatur jika ada kekerasan di dalam rumah tangga. Yakni UU Nomor 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Menurutnya, pasal 2 huruf (c) UU ini, tentang lingkup rumah tangga salah satunya adalah "mereka yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut".
Kemudian, pasal 3-9 UU ini menegaskan dengan terang benderang mengenai kekerasan dalam rumah tangga itu. "Dalam UU No.23/2002 tentang Perlindungan Anak juga mengatur hak-hak anak dalam rumah tangga. RUU ini menghadap-hadapkan perempuan dan perempuan," pungkas Nurul.