REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Gerakan Kesetiakawanan Sosial Indonesia menilai penanganan korban banjir di Jakarta masih lambat dan kurang koordinasi antarinstansi terkait sehingga masih banyak di antara mereka yang belum dievakuasi.
"Upaya evakuasi korban banjir menjadi tidak maksimum karena antarinstansi atau pihak-pihak yang mau ambil bagian tidak memiliki koordinasi yang bagus. Masing-masing jalan sendiri," kata Ketua Umum Gerakan Kesetiakawanan Sosial Indonesia (GKSI), Jusuf Rizal, di Jakarta, Ahad (20/1).
Usai menyerahkan bantuan bahan makanan kepada korban banjir di Makasar, Halim, Jakarta Timur, Jusuf Rizal yang juga Presiden Lumbung Informasi Rakyat (Lira) mengutarakan bahwa, penanganan korban banjir tidak tersebar secara merata dan lebih terkonsentrasi hanya beberapa titik, seperti di Kampung Melayu, Rawa Buaya, dan Pondok Gede. Padahal, di daerah lain juga tidak tertangani, seperti di Pluit dan Penjaringan.
Semestinya dengan dukungan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), TNI, Polri, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), menurut dia, Gubernur DKI Jakarta Joko Wiodo--akrab dengan sapaan Jokowi--bisa lebih proaktif, lebih-lebih pemerintah provinsi setempat memiliki wali kota dan kepala dinas.
"Justru peran masyarakat kelihatan lebih menonjol ketimbang pemerintah dalam membantu korban banjir. Begitu pula, bantuan makanan bagi korban banjir. dinas terkait justru kurang dikoordinasi dan dimaksimalkan sehingga terkesan jalan sendiri-sendiri dan tidak memiliki menajemen yang baik," katanya.
Ia berharap Jokowi segera membenahi menajemen penanggulangan bencana banjir di DKI Jakarta, sehingga setiap kejadian banjir cepat tertangani dengan baik. Jika perlu, menurut Jusuf Rizal, dibentuk tim satuan tugas yang beranggotakan dari pelbagai kalangan, baik pemerintah, TNI, Polri, BNPB, ormas, LSM, maupun sukarelawan. Dengan demikian, masing-masing dapat berperan dengan baik dan tidak tumpang-tindih.