REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Kementerian Sosial, Hartono Laras mengatakan, pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada mantan Presiden dan Wakil Presiden pertama Indonesia Soekarno dan Mohammad Hatta merupakan hak prerogratif Presiden.
"Pemberian gelar kepada Soekarno-Hatta itu hak prerogratif presiden," kata Hartono Laras di Jakarta, Rabu (7/11).
Sebelumnya, Tim pemberian gelar menerima 15 nama tokoh dari sejumlah daerah dan hanya 13 nama yang dibahas hingga akhirnya tim mengusulkan sembilan nama untuk mendapat gelar Pahlawan Nasional yang ditetapkan oleh Presiden.
Sembilan nama yang diusulkan tersebut yaitu Kolonel (Purn) Alex Evert Kawilarang (Sulut), Sultan Muhammad Salahuddin (Sultan Bima) dari NTB, I Gustu Ngurah Made Agung (Bali).
Prof M Sardjito (Yogya), (Purn) Mohammad Mangoendiprojo (Jatim), Lambertus Nicodemus Palar (Sulut), Franciscus Xaverius Seda (NTT), Sultan Hmayatuddin Muhammad Saidi (Sulteng) dan Abdul Rahman Baswedan (Yogya).
Sementara, Soekarno dan Hatta tidak masuk dalam usulan tersebut, namun menurut Hartono karena keduanya sudah merupakan Pahlawan Proklamator maka tidak perlu dibahas lagi, tapi berdasarkan hak prerogratif presiden. "Usulan juga muncul dari DPR, MPR dan masyarakat," tambah Hartono.
Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri mengatakan, gelar Pahlawan Nasional yang diberikan kepada Soekarno dan Mohammad Hatta hanya penegasan karena gelar Pahlawan Proklamator sudah termasuk Pahlawan Nasional.
"Gelar Pahlawan Proklamator itu sudah termasuk Pahlawan Nasional. Oleh karena itu, kita sudah memberi hak-hak sebagai Pahlawan Nasional," ujar Mensos.
Mensos mengatakan, pemberian gelar Pahlawan Proklamator berdasarkan Keppres nomor 81 Tahun 1986. Karena gelar tersebut sudah termasuk Pahlawan Nasional maka sejak 1987 hak-hak berupa tunjangan, kesehatan, pemugaran makam dan lainnya sudah diberikan.