Rabu 30 Mar 2011 18:21 WIB

'Demi Pengembalian Aset, Hukuman Mati untuk Koruptor Ditiadakan'

Rep: A.Syalaby Ichsan/ Red: Djibril Muhammad
Gedung Kejagung.
Gedung Kejagung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, M. Amari, mengungkapkan alasan di balik pasal-pasal yang dianggap kontroversi dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Sebagai penyusun, Amari pun menjelaskan pasal tersebut masih akan dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Termasuk soal tidak adanya ancaman hukuman mati dalam RUU tersebut. Jika pasal hukuman mati diatur dalam RUU itu, Amari mengkhawatirkan negara-negara tempat buronan koruptor tidak akan mengembalikan aset pelaku korupsi itu. "Kalau di Undang-Undang Tipikor ada hukuman mati, kalau ada napi atau tersangka yang lari ke luar negeri, luar negeri tidak akan mau membantu mengembalikan asetnya ke Indonesia," ujar Amari di Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (30/3).

Amari menyebutkan hal tersebut sudah diatur dalam Undang-Undang ekstradisi dan Mutual Legal Assistance (MLA). Selain itu, Amari mengomentari tentang pasal berisi tindakan dengan kerugian negara Rp 25 Juta tidak disebut korupsi. Menurut Amari, biaya penegak hukum menangani perkara korupsi hingga di atas Rp 25 Juta.

Oleh karena itu, tuturnya, bagi pelaku yang merugikan negara di angka Rp 25 Juta, hanya akan diperintahkan untuk mengembalikan dan tidak dikenakan pidana. "Biaya menangani korupsi itu di atas 25 juta. Kalau kita nanganin perkara di bawah 25 juta, rugi negara," jelas Amari.

Soal pengembalian kerugian negara, Amari mengungkapkan pasal tersebut harus ada dalam pasal RUU Tipikor. Bahkan, Amari menjelaskan tindak pidana umum pun nantinya akan mengatur tentang pengembalian jika menimbulkan kerugian negara. "Justru harus lebih diutamakan pengembalian kerugian. Bahkan pidana umum juga nanti harus seperti itu," tuturnya.

Meski demikian, Amari mengakui pasal-pasal yang dinilai kontroversial tersebut masih bisa diperdabatkan. "Nanti dibahas lagi di DPR itu. Akan diperdebatkan lagi masing-masing pasal," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement