Senin 08 Dec 2025 18:34 WIB

Sopir Truk Sampah DKI Meninggal saat Kerja, Pramono: Indikasi Jantung

Almarhum meninggal diduga akibat kelelahan menjalani rutinitas lembur berlebihan.

Rep: Bayu Adji Prihanmmanda/ Red: Erik Purnama Putra
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo.
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang sopir truk sampah Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta berinisial W (51 tahun) dilaporkan meninggal dunia pada Jumat (5/12/2025). Diduga, sopir itu meninggal dunia akibat kelelahan usai membuang muatan sampah ke TPST Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat.

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo mengaku, telah menerima laporan terkait meninggalnya seorang sopir truk sampah DLH DKI Jakarta. Menurut dia, almarhum terindikasi memiliki riwayat penyakit jantung.Dia menyebut, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI telah menangani kasus itu.

Baca Juga

"Saya mendapatkan laporan langsung dari Pak Wali Kota Jakarta Selatan mengenai hal tersebut. Memang yang bersangkutan juga pun terindikasi ada penyakit jantung," kata dia di kawasan Penjaringan, Jakarta Utara, Senin (8/12/2025).

Pramono menjelaskan, jajarannya harus memberikan santunan maksimal kepada keluarga almarhum. Mengingat, sambung dia, petugas itu meninggal dunia saat sedang bekerja.

"Kemarin sudah ditangani, diberikan santunan yang maksimal baik oleh dinas terkait dan juga oleh BPJS, Keteragakaan Kerjaan. Sudah ditangani itu, saya kebetulan memonitor," kata Pramono.

Anggota DPRD DKI Ali Lubis, menyampaikan duka cita mendalam atas meninggalnya sopir truk sampah DLH. Dia menilai, almarhum meninggal diduga akibat kelelahan setelah menjalani rutinitas lembur berlebihan dan waktu kerja yang tidak manusiawi.

Berdasarkan informasi dari lapangan, menurut dia, setiap hari para sopir truk sampah dipaksa menghadapi antrean 8-10 jam di TPST Bantargebang, bahkan bisa lebih, sebelum muatan dapat dibuang. Hal itu menciptakan total jam kerja yang melampaui batas kewajaran sebagai manusia.

"Apa yang dialami para sopir ini secara jelas bertentangan dengan ketentuan ketenagakerjaan nasional," kata politikus Partai Gerindra itu.

Ali mengatakan, berdasarkan Pasal 77 Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, jam kerja maksimal adalah 7 jam/hari untuk 6 hari kerja, atau 8 jam/hari untuk 5 hari kerja. Lembur hanya boleh dilakukan dengan batas tertentu, harus atas persetujuan pekerja, dan wajib diberikan waktu istirahat yang cukup serta perlindungan kesehatan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement