REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jumlah korban akibat bencana banjir dan tanah longsor di Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar) terus bertambah. Hingga Senin (1/12/2025) pagi, Badan Nasional Penangulangan Bencana (BNPB) mencatat korban meninggal mencapai 442 jiwa.
"Sementara itu untuk total korban hilang di tiga provinsi mencapai 402 jiwa," kata Kepala BNPB Suharyanto dalam keterangan yang dikonfirmasi dari Jakarta itu.
Dari Pos Pendukung Nasional di Tapanuli Utara, Suharyanto memaparkan, di Sumut, jumlah korban meninggal dunia bertambah menjadi 217 orang. Selain itu, ada 209 warga dilaporkan masih hilang setelah banyak keluarga menyampaikan laporan kehilangan kepada petugas posko darurat bencana yang ada di masing-masing provinsi.
Suharyanto menyebutkan bahwa tim petugas gabungan saat ini juga menangani pengungsian yang tersebar di sejumlah titik, antara lain 3.600 jiwa di Tapanuli Utara, 1.659 jiwa di Tapanuli Tengah, 4.661 jiwa di Tapanuli Selatan, 4.456 jiwa di Kota Sibolga, 2.200 jiwa di Humbang Hasundutan, dan 1.378 jiwa di Mandailing Natal.
Sementara itu di Aceh, korban meninggal tercatat 96 jiwa dan 75 orang masih hilang. Jumlah tersebut tersebar di 11 kabupaten/kota, antara lain Bener Meriah, Aceh Tengah, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Tenggara, Aceh Utara, Aceh Timur, Lhokseumawe, Gayo Lues, Subulussalam, dan Nagan Raya. Dengan total pengungsi mencapai sekitar 62.000 kepala keluarga.
Adapun di Sumatera Barat, jumlah korban meninggal dunia mencapai 129 jiwa, sementara 118 orang masih hilang dan 16 lainnya mengalami luka-luka. Para korban tersebar di Kabupaten Agam, Kota Padang Panjang, Kota Padang, Padang Pariaman, Tanah Datar, Pasaman Barat, Pasaman, Solok, Kota Solok, serta Pesisir Selatan, dengan total pengungsi sebanyak 77.918 jiwa.
Merujuk skala luasan bancana dan jumlah korban, mengapa pemerintah tidak menetapkan status bencana nasional? Apalagi desakan menetapkan status bencana nasional di Sumatera terus meluas khususnya di jagat media sosial.
Saat memberikan keterangan pers pada Sabtu pekan lalu, Suharyanto mengatakan hal itu masih dalam tahap diskusi. Namun, ia mencontohkan, yang dimaksud status bencana nasional yang pernah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia itu saat pandemi Covid-19 dan tsunami Aceh pada 2004.
"Setelah itu banyak bencana, gempa Palu, gempa NTB, gempa Cianjur.
Mungkin skala korban, kemudian juga kesulitan akses. Rekan-rekan media bisa bandingkan saja dengan kejadian dengan yang sekarang ini, memang kemarin kelihatannya mencekam ya karena berseliweran di medsos. Tapi begitu sampai ke sini sekarang begitu rekan media tadi hadir di lokasi kemudian tidak hujan, cuma di Sumut yang kemarin keliahatannya mencekam kan sekarang yang menjadi hal yang sangat serius tinggal Tapanuli Tengah yang lain kan relatif masyarakatnya kita lihat lah," kata Suharyanto.
"Jadi saya tidak perlu menyampaikan pendapat apakah perlu tidaknya bencana nasional atau deerah," kata Suharyanto menambahkan.
Suharyanto menegaskan, saat ini status banjir di Sumatera masih berstatus bencana daerah tingkat provinsi. Karena statusnya tingkat provinsi, pemerintah pusat melalui BNPB, TNI, Polri dan kementerian terkait mendukung semaksimal mungkin.
"Presiden sendiri membantu besar-besaran, kemudian TNI mengerahkan alutsista besar-besaran, kami pun mengerahkan segala kekuatan ke sini, apa itu mau ditarik lagi itu saya kembalikan ke rekan-rekan media sekalian."
Lihat postingan ini di Instagram